ANCAMAN terhadap eksistensi Orang Asli Papua (OAP) kian nyata. Populasi mereka yang terus menurun drastis dalam beberapa dekade terakhir menimbulkan pertanyaan besar: Akankah Papua Barat menjadi seperti suku Aborigin di Australia – minoritas yang terpinggirkan di tanah leluhurnya sendiri?
Data menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada 1969, saat Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) digelar, jumlah penduduk Papua Barat hanya sekitar 800 ribu jiwa.
Namun, data terbaru menunjukkan ketimpangan besar jika dibandingkan dengan tetangga dekatnya, Papua Nugini, yang kini berpenduduk lebih dari 9 juta jiwa.
Penelitian Jim Elmslie (2011) mengungkap bahwa komposisi penduduk asli Papua yang dulunya mencapai 96% pada 1971, menurun menjadi hanya 47% pada 2011.
Proyeksi pada 2030 bahkan lebih mengkhawatirkan: Orang Asli Papua diprediksi akan menurun 15,2% dari total populasi.
Menurut penulis, ini adalah bentuk slow motion genocide. Kebijakan politik Indonesia bukan hanya menyasar sumber daya alam, melainkan juga berdampak langsung pada pengurangan jumlah OAP melalui berbagai cara.
Beberapa faktor yang disebut menjadi penyebab utama antara lain:
- Kebijakan Politik Terstruktur
Dominasi penduduk pendatang, pemekaran daerah, dan pengerahan militer disebut sebagai bagian dari strategi depopulasi yang sistematis.
- Operasi Militer
Sejak 1963, operasi militer telah menyebabkan ratusan ribu korban jiwa di kalangan OAP, memperkuat trauma kolektif dan ketidakpercayaan pada pemerintah.
- Miras dan Narkoba
Dinilai sebagai alat penghancur dalam sunyi, miras dan narkoba merusak generasi muda Papua, baik secara fisik, sosial, maupun psikologis.
- HIV/AIDS
Kementerian Kesehatan mencatat bahwa Jayawijaya sendiri memiliki lebih dari 8.000 kasus HIV/AIDS, belum termasuk wilayah lain yang datanya belum terungkap.
- Perang Suku
Konflik antar suku di wilayah pegunungan, sering dipicu oleh konsumsi alkohol, juga menyumbang angka kematian dan kehancuran sosial di komunitas Papua.
Mendesak Persatuan
Melihat fakta-fakta di atas, kita Orang Asli Papua harus Bersatu agar bisa menyelamatkan masa depan tanah dan bangsa kita.
Jangan kita terjebak pada perilaku seperti sebagian aktivis dan pejuang yang masih terjerat oleh kebiasaan buruk seperti miras, narkoba, saling menjatuhkan, dan kurangnya literasi data.
Persatuan tidak akan jatuh dari langit. Kita sendiri yang harus membangunnya. Kita sudah sedikit.
Seruan ini menjadi peringatan keras agar Papua tidak mengulang nasib suku-suku pribumi lain di dunia yang tercerabut dari tanah dan hak-haknya sendiri.
“Baku Kastau. Baku Jaga. Kita Suda Sedikit.”