Berita Lainnya

Hukum

Politik

Foto: instagram/ganjar_pranowo/aniesbaswedan

ACEHSATU.COM – Pilpres 2024. Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang tinggal sekitar 10 bulan lagi, partai politik (parpol) besar sudah menyiapkan atau mengusung calon Presiden Indonesia pada periode selanjutnya.

Adapun calon Presiden Indonesia yang sudah terlihat ‘hilal’ nya yakni mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Anies resmi dicalonkan oleh Partai Nasional Demokrat sebagai bakal calon presiden dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 pada Oktober tahun lalu. Sedangkan Ganjar resmi dicalonkan oleh Partai PDI Perjuangan (PDIP) pagi hari ini.

Namun sebelum menghitung kemungkinan terpilih sebagai orang nomor 1 di negeri ini, CNBC Indonesia capaian keduanya memimpin daerah masing-masing, terutama dalam hal perekonomian.

Berikut Capaian Anies dan Ganjar berdasarkan data-data yang dihitung oleh Tim Riset CNBC INDONESIA

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

Anies memimpin Jakarta selama kurun waktu Oktober 2017 hingga September 2022. Pada periode sebelum pandemi, Anies mampu membawa ekonomi ibu kota tumbuh jauh di atas ekonomi nasional.

Produk Domestik Bruto (PDB) Jakarta yang mengandalkan sektor perdagangan dan jasa tumbuh 6,11% pada 2018, di atas pertumbuhan PDB nasional yang tercatat 5,17%.

Ekonomi Jakarta terkontraksi sebesar 2,36% pada 2020 sebagai dampak penyebaran Covid-19 dan pembatasan mobilitas warga.

Jakarta yang menjadi episentrum penyebaran Covid-19 gelombang I, ekonominya hancur lebur. Kontraksi besar pada 2020 juga jaug lebih besar dibandingkan ekonomi nasional yang tercatat 2,07%.

Ekonomi Jakarta tumbuh 3,56% pada 2021 sejalan dengan perbaikan penanganan Covid-19 dan pelonggaran mobilitas. Namun, ekonomi Jakarta tumbuh di bawah PDB nasional yang tercatat 3,69%.

Sedangkan Ganjar yang menjabat Jawa Tengah selama dua periode yakin 2013-2018 kemudian berlanjut 2018-2023, juga mampu membawa Jawa Tengah tumbuh di atas ekonomi nasional.

PDB Jawa Tengah tahun 2018 tumbuh 5,3%, masih di atas pertumbuhan PDB nasional yang tercatat 5,17%, namun lebih rendah dari pertumbuhan PDB DKI Jakarta.

Di tahun 2020, ekonomi Jawa Tengah juga berkontraksi 2,65% sebagai dampak penyebaran Covid-19 dan pembatasan mobilitas warga. Meski bukan menjadi episentrum Covid-19, tetapi kontraksi Jawa Tengah lebih besar ketimbang DKI Jakarta.

Kemudian di tahun 2021, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 3,33%, juga di bawah pertumbuhan PDB nasional dan juga di bawah pertumbuhan PDB DKI Jakarta.

2. Tingkat Kemiskinan

Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik, tingkat kemiskinan DKI Jakarta masih tinggi hingga Maret 2022. Pada Maret 2018, kemiskinan di Jakarta hanya tercatat 3,57%. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata nasional yang tercatat 9,82%.

Angka kemiskinan sempat turun ke 3,42% pada periode September 2019 atau sebelum pandemi. Tingkat kemiskinan di Jakarta melaju kencang saat pandemi menjadi 4,72% per Maret 2021 dan sedikit melandai ke 4,69% per Maret 2022.

Penurunan kemiskinan di Jakarta lebih lambat dibandingkan rata-rata nasional yang tercatat 10,14% pada Maret 2021 menjadi 9,54% pada Maret 2022.

Di Jawa Tengah, tingkat kemiskinan terpantau lebih tinggi dari tingkat kemiskinan di DKI Jakarta. Pada Maret 2018, kemiskinan di Jawa Tengah mencapai 11,32%. Angka ini ternyata berada di atas rata-rata nasional.

Angka kemiskinan Jawa Tengah sempat turun pada periode Juni 2019 dan September 2019 atau sebelum pandemi, di mana tingkat kemiskinan Jawa Tengah turun menjadi 10,8% dan 10,58%. Tetapi juga masih lebih tinggi dari DKI Jakarta.

Saat Pandemi merebak, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah kembali naik menjadi 11,41% per Maret 2021 hingga periode Maret 2021 yang mencapai 11,79%. Barulah pada September 2021, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah kembali turun menjadi 11,25% dan di Maret 2022 mencapai 10,93%.

Meski begitu, angka kemiskinan di Jawa Tengah juga masih lebih tinggi dibandingkan dengan di DKI Jakarta, bahkan di nasional setelah pandemi Covid-19 mulai mereda.

Dari Tingkat Pengangguran Hingga Inflasi

3. Tingkat Pengangguran

Dari angka pengangguran, DKI Jakarta juga sempat melonjak tajam pada periode pandemi. Jakarta hanya mencatatkan angka pengangguran sebesar 5,34% pada Februari 2018 menjadi 10,95% pada Agustus 2020.

Wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Pusat adalah kantong-kantong pengangguran terbesar di wilayah DKI Jakarta.

Kemudian setelah pandemi mulai mereda, tingkat pengangguran DKI Jakarta cenderung turun, di mana pada periode Februari 2021, angka pengangguran turun menjadi 8,51%. Angka pengangguran DKI Jakarta juga terus menurun hingga Agustus 2022.

Di Jawa Tengah, tingkat pengangguran sempat melonjak dari sebelumnya sebesar 4,2% per Februari 2020, menjadi 6,48% pada Agustus 2020. Meski melonjak, tetapi angka pengangguran Jawa Tengah lebih rendah dari DKI Jakarta saat pandemi merebak.

Setelah pandemi mulai mereda, tingkat pengangguran Jawa Tengah juga cenderung turun. Pada periode Februari 2021, angka pengangguran turun menjadi 5,96%. Angka pengangguran Jawa Tengah juga terus menurun hingga Agustus 2022. Namun lagi-lagi, angka pengangguran Jawa Tengah hingga Agustus 2022 masih lebih rendah dari DKI Jakarta.

4. Inflasi

Inflasi Jakarta pada masa pemerintahan Anies mengalami penurunan yang cukup signifikan. Inflasi tercatat 3,27% pada 2018, 3,23% pada 2019, 1,59% pada 2020 dan 1,53% pada 2021.

Namun, perlu dicatat jika inflasi pada 2020 dan 2021 turun karena dampak penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19.

Inflasi Jakarta pada periode pra-pandemi juga masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional yang berada di kisaran 3,61-2,72% pada periode 2017-2019.

Sementara di Jawa Tengah pada masa pemerintahan Ganjar, inflasi juga mengalami penurunan. Inflasi tercatat 2,82% pada 2018, 2,81% pada 2019, 1,56% pada 2020 dan 1,7% pada 2021.

Terlihat, inflasi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2018-2021 cenderung lebih rendah dari DKI Jakarta. Namun di tahun 2022, inflasi DKI Jakarta justru lebih rendah dari Jawa Tengah yang mencapai 4,21%. Sedangkan inflasi Jawa Tengah 2022 mencapai 5,63%. (*)