Gaji Stafsus, Pensus, dan Tim Kerja Gubernur Aceh
ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Dibalik jumlah APBA yang besar, ternyata masih ada penggunaannya yang bukan untuk kemalsahatan publik.
Salah satunya adalah pembayaran gaji stafsus, pensus, dan tim kerja Gubernur Aceh yang dinilai hanya mengamburkan anggaran Pemerintah Aceh.
Sementara capaian kerja sangat tidak menggembirakan.
Hal itu terungkap dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh yang dicatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kepatuhan Pemerintah Aceh terhadap Peraturan Perundang-undangan tahun 2020.
LHP itu telah diserahkan kepada DPRA pada 4 Mei 2021 lalu.
Seperti diketahui, Gubernur Nova Iriansyah mengangkat puluhan orang sebagai staf khusus (stafsus), penasehat khusus (pensus), hingga tim kerja gubernur.
Pengangkatan itu dinilai banyak pihak tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Bahkan, para pembantu gubernur itu pun diketahui tak menjalankan kewajibannya memberikan laporan kerjanya.
Laporan BPK itu menguraikan bahwa total ada sebanyak empat orang stafsus yang ditempatkan pada Setda Aceh, 63 pensus yang ditempatkan di SKPA-SKPA, dan 19 orang tim kerja yang ditempatkan pada Setda Aceh, yang diangkat gubernur Aceh lewat surat keputusan yang direview oleh Biro Umum, tanpa melalui telaah Biro Hukum Setda Aceh.
Pemerintah Aceh menggaji mereka dari pos belanja pengadaan barang dan jasa, jenis kegiatan Belanja Jasa Narasumber/Tenaga Ahli/Peneliti.
Untuk stafsus digaji Rp 12 juta per bulan. Pensus senilai Rp 7 juta per bulan, dan tim kerja gubernur terdiri dari ketua Rp 5 juta per bulan, sekretaris Rp 4 juta per bulan, dan anggota Rp 3,5 juta per bulan.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan, BPK menemukan bahwa penetapan stafsus, pensus dan tim kerja tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Surat keputusan gubernur Aceh tentang penetapan para pembantunya itu tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2018 Tentang Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat.
Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa dalam menyelenggarakan tugas dan wewenang sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur yakni perangkat daerah alias SKPA.
Selain dibantu perangkat daerah, gubernur juga dibantu oleh staf ahli.
"Dengan demikian, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, gubernur hanya dapat dibantu oleh perangkat daerah dan tim ahli, sehingga penetapan stafsus, pensus, dan tim kerja tidak mempunyai dasar hukum yang jelas," tulis BPK dalam LHP tersebut.
Rp 6 Miliar untu Gaji
BPK juga mencatat bahwa sepanjang 2020, Pemerintah Aceh telah membayar gaji para stafsus, pensus dan tim kerja tersebut senilai total Rp 6 miliar lebih.
Dengan penghasilan itu, mereka seharusnya memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan setiap bulannya serta laporan setiap selesai kegiatan yang diberikan oleh gubernur Aceh kepada gubernur Aceh melalui sekda.
Dalam LHP itu BPK menyatakan bahwa berdasarkan hasil konfirmasi pada beberapa kepala SKPA dan kepala bidang pada SKPA, dikatakan bahwa pensus hampir tidak pernah datang ke kantor, tidak mengisi absensi, tidak mengetahui tugasnya serta tidak menyampaikan laporan kegiatan.

Selanjutnya berdasarkan keterangan Kabag TU Setda Aceh bahwa pada 2020, baik dari stafsus, pensus, dan tim kerja gubernur tidak ada menyampaikan laporan kegiatan setiap bulannya kepada sekda.
Hingga berita ini diturunkan belum ada konfirmasi resmi ke Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. (*)