https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

KPK Tetapkan Rafael Alun Trisambodo Sebagai Tersangka
Rafael Alun (Foto: Ari Saputra/detikcom)

ACEHSATU.COMKPK menetapkan mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo sebagai tersangka penerima gratifikasi. Rafael menerima penetapan tersangka dirinya dan menceritakan semua asal-usul kekayaannya. Dari mana?

“Safety box bahwa itu uang dari hasil penjualan tanah saya di tahun 2010, ada empat tanah yang saya jual,” kata Rafael kepada detikcom, Kamis (30/3/2023) malam.

Yang pertama, kata Rafael, rumah di Taman Kebon Jeruk Blok G I nomor 112 senilai Rp 10 miliar. Tanah di Kebon Jeruk itu hibah dari orang tua.

“Ada akta hibahnya,” ucap Rafael.

Kemudian tahun 1997, Rafael membeli tanah senilai Rp 200 juta. Lalu dijual di tahun 2010 naik harganya menjadi Rp 2,3 miliar.

“Saya juga mempunyai tanah di Jalan Pangandaran Nomor 18 di Bukit Sentul, saya jual Rp 2,4 miliar. Kemudian saya juga punya rumah di England Park Bukit Sentul, itu juga saya jual senilai Rp 600 juta. Kemudian saya punya reksadana di tahun 2009 yang saya cairkan di 2010 sebesar Rp 2,7 miliar,” ungkap Rafael.

Setelah dijual, uang hasil penjualan ditukar dengan mata uang asing. Seiring waktu, valasnya naik karena terjadi kenaikan kurs terhadap rupiah.

“Kemudian saya simpan di safe deposit box saya. Saya tidak melaporkan dalam LHKPN saya, tetapi dalam SPPT saya laporkan penjualan-penjualan aset tersebut,” tutur Rafael.

“Informasi soal orang tua Anda biasa-biasa aja, disamarkan lewat ibu. Itu bagaimana?” tanya detikcom.

“Dapat saya jelaskan bahwa ayah saya adalah seorang dokter TNI AD, menjabat terakhir sebagai Kepala Rumah Sakit Tentara. Ibu saya apoteker. Bapak dan Ibu saya adalah alumni UGM. Selain itu Bapak saya mempunyai praktik dokter yang cukup ramai pada saat itu tahun ’70 an itu. Saya sering ditugaskan untuk mengetik tagihan dari pasien-pasien langganan dari beberapa pabrik. Itu bisa sampai Rp 1,5 juta untuk tahun itu,” beber Rafael dengan nada datar.

“Jadi, untuk satu nama saya dapat Rp 1, jadi kalau saya dapat Rp 100 atau Rp 500 nama, saya dapat Rp 500. Itu yang dipakai untuk uang jajan saya,” lanjut Rafael.

Adapun ibunya, selain sebagai apoteker, juga memiliki penggergajian kayu di Pontianak dan sebagai importir barang pecah belah yang dijual ke toko-toko di Pontianak.

“Ibu saya di Yogya termasuk sosialita, berteman dengan orang-orang kaya di Yogya. Nyonya * itu sahabat dekat Ibu saya. Dan Ibu saya juga berbisnis menjual perhiasan dalam komunitas-komunitas di Yogya. Rumah orang tua saya di Yogya juga di pinggir jalan raya itu sejak tahun ’77 luasnya 1.800 meter, memiliki tembok tinggi,” beber Rafael.

Sebagai pegawai pajak, Rafael Alun menyatakan bahwa dirinya selalu tertib melaporkan SPT-OP sejak tahun 2002 dan seluruh aset tetap dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hal ini terlihat dari nilai aset tetap dalam LHKPN yang tinggi karena mencantumkan nilai NJOP, walaupun sebenarnya nilai pasar bisa lebih rendah dari NJOP. RA selalu membuat catatan sesuai dokumen hukum dan siap menjelaskan asal usul setiap aset tetap jika dibutuhkan. Rafael juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah dibantu oleh konsultan pajak manapun dan selalu membuat SPT sendiri.

“Saya mengikuti program Tax Amnesty pada tahun 2016 dan Program Pengampunan Pajak (PPS) tahun 2022 sebagai bentuk kepatuhan dalam membayar pajak,” ujar Rafael.

Pada 2017, Rafael menjadi salah satu Kepala Kantor Pajak di Jakarta dan mendapatkan pendapatan pajak tertinggi untuk negara yaitu Rp 21 triliun. Atas usahanya itu, Rafael diberi penghargaan oleh Kemenkeu.

“Saya tidak pernah menyembunyikan harta, dan siap menjelaskan asal usul setiap aset,” pungkas Rafael. (*)