Koruptor Indonesia Alami Gangguan Mental Borderline Personality Disorder

Menurut psikiater koruptor juga mengalami gangguan kepribadian tipe ambang atau dikenal dengan Borderline Personality Disorder sering merasa tidak bersalah jika melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

ACEHSATU.COM – Tidak ada yang lebih merusak sebanding dengan terorisme, radikalisme dan separatisme sekali pun selain korupsi.

Daya rusaknya sangat masif menghancurkan sebuah sistem mapan.

Dan membuat crash jaring pengaman dari sistem yang sudah dibangun.

Begitu dahsyatnya daya ledak perbuatan kejahatan korupsi.

Jika terorisme korbannya hanya target terpilih dan sangat lokus.

Begitu juga separatisme hanya memilih sasaran penghancuran pada pihak tertentu.

Namun korupsi bisa menghancurkan semuanya dan segalanya tanpa memandang apa dan siapa.

Dari sisi pelakunya pun sangat kontras perbedaannya.

Terorisme dilakukan oleh orang-orang yang tersesat ideologinya.

Begitu pula separatisme, pelakunya adalah mereka-mereka yang ingin memisahkan diri dari kekuasaan sebuah negara yang menurut mereka telah menjajah.

Keduanya bisa dikatakan kelompok “pejuang” ideologi.

Akan tetapi pelaku korupsi sangat lain, pelakunya kelihatan sangat cerdas, sehat dan normal secara fisik namun ternyata secara psikologis mereka adalah orang-orang yang sakit jiwa.

Koruptor Indonesia mengalami penyakit jiwa seperti koruptor bantuan sosial.

Sakit jiwa yang dimaksudkan disini bukan hanya bentuk perilaku gila atau skizofrenia (gangguan jiwa berat).

Kalau menilik definisi gangguan jiwa sendiri, maka seseorang disebut mengalami gangguan jiwa jika gejala dan ciri yang terdapat pada pasien tersebut sudah mengganggu fungsi pribadi dan sosialnya disadari ataupun tidak.

Pelaku korupsi tergolong pada ciri-ciri tersebut.

Pelaku korupsi biasanya ia sudah kehilangan rasa peduli terhadap perilakunya yang sudah mengganggu orang lain.

Bahkan tidak memiliki lagi rasa malu sebagaimana normal pada umumnya.

Sikapnya cenderung ganda, seperti orang mengidap penyakit kepribadian.

Meskipun pelaku korupsi secara ilmu psikologi dan dokter jiwa (psikiater) menyepakati untuk digolongkan sebagai penyakit jiwa, lebih tepatnya gangguan psikologi sosial.

Namun bukan berarti mereka bisa lepas dari jeratan hukum.

Sebab pengadilan tidak boleh menghukum orang yang mengidap penyakit jiwa berat.

Justru sebaliknya, pelaku korupsi yang sudah terbukti pernah melakukan kejahatan itu tidak boleh lagi diberikan jabatan, apalagi sampai dihormati berlebihan.

Namun selain dihukum penjara, masukkan juga mereka ke panti rehab mental, atau hukuman mati.

Koruptor (pelaku korupsi) memang sangat menakutkan, jika boleh digambarkan, mereka seperti monster.

Mereka sering merasa tidak bersalah atas perbuatan yang telah dilakukannya.

Perilaku monster sangat identik dengan gangguan jiwa akut yang terdapat pada manusia.

Dalam kenyataan kita sering melihat ada oknum yang ditangkap dan dihukum berkali-kali karena kasus pidana, namun masih juga kembali melakukan kejahatan tersebut.

Contohnya seperti napi narkoba.

Motivasi mereka didorong oleh kecanduan. Ini juga termasuk dalam kategori gangguan jiwa.

Menurut psikiater koruptor juga mengalami gangguan kepribadian tipe ambang atau dikenal dengan Borderline Personality Disorder sering merasa tidak bersalah jika melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.

Analisis ini semakin menguatkan bahwa mental pelaku korupsi memang ada masalah.

Banyak sekali jenis gangguan penyakit jiwa yang menyerang pelaku korupsi.

Perilaku mencuri hak orang lain juga merupakan jenis penyakit jiwa yang saya maksudkan.

Seseorang (pelaku korupsi) melakukan pencurian berkali-kali meskipun penderitanya sama sekali tidak memiliki niat untuk mencuri atau bahkan tidak membutuhkan barang hasil curiannya sama sekali.

Artinya pada kategori “hobi” mencuri.

Penyakit ini adalah penyakit kleptomania.

Kleptomania bisa membuat pikiran seseorang terganggu dan tiba-tiba merasa sangat ingin mencuri sesuatu dan jika tidak dilakukan, maka ia pun bisa mengalami rasa penasaran dan cemas secara berlebihan.

Sehingga bak pecandu narkoba akan mengalami putaw jika belum “make”.

Begitu pula korupsi, tidak enak badan jika belum korupsi.

Taraf gangguan mental seperti itu tentu saja menjadikan seseorang yang harusnya melayani rakyat dengan baik.

Justru menjadi tidak lagi peduli pada kewajibannya tersebut.

Disamping karena sakit mentalnya juga mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri.

Sehingga jika pejabat kayak begini masih dipertahankan, maka hancurlah negeri ini.

Dorongan pelaku korupsi mewujudkan keinginan “haram” nya itu bisa karena berbagai faktor.

Jika mengacu pada beberapa hasil penelitian, faktornya antara lain; ekonomi, lingkungan, sistem, gaya hidup, politik, dan budaya.

Dalam konteks penyakit jiwa, faktor melakukan korupsi karena tamak.

Menurut mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, faktor yang juga mempengaruhi seseorang melakukan korupsi ialah sifat tamak yang dimiliki salah seorang tokoh, hingga akhirnya menjerumuskan yang bersangkutan pada tindak pidana korupsi.

Sifat tamak ini bisa timbul pada diri seseorang karena memperturutkan hawa nafsunya.

Antara nafsu, tamak, gaya hidup, dan ekonomi memiliki hubungan yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain.

Ditambah dengan faktor lingkungan yang buruk, maka korupsi tumbuh subur menjadi penyakit akut yang sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, termasuk terhadap pribadi pelaku korupsi.

Ia menjadi monster yang mengerikan dan dibenci masyarakat.

Secara bahasa tamak berarti rakus hatinya. Sedangkan menurut Istilah tamak adalah cinta kepada dunia (harta) terlalu berlebihan tanpa memperhatikan hukum haram yang mengakibatkan adanya dosa besar.

Rakus menjadi penyebab utama lahirnya perilaku tamak.

Orang yang terkena penyakit tamak selalu merasa dirinya kekurangan dan bahkan tidak pernah merasa cukup.

Bila dicontohkan, misalnya sudah memiliki satu mobil, maka ingin punya dua mobil, san seterusnya.

Pandangannya selalu lebih tinggi, lebih banyak, dan lebih segala-galanya.

Tamak terhadap jabatan dan selalu ingin dihormati juga termasuk dalam golongan ini.

Pelaku korupsi yang tamak akan menghimpun kekayaan dunia dan sulit untuk berbuat amal kebajikan.

Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam haditsnya yang berbunyi,

“Kalaulah Allah kurniakan anak adam dua lembah daripada emas, niscaya dia hendak tiga lembah.

Sesekali harta itu akan dapat memuaskan hawa nafsunya melainkan setelah dimasukkan ke dalam tanah(mati)”.

Begitulah bentuk kepribadian orang yang tamak. Sifat seperti melekat pada monster korupsi di negara manapun termasuk di Indonesia.

Simpulan

Telah dijelaskan dalam uraian diatas bahwa pelaku korupsi memang memiliki gejala serius penyakit jiwa.

Perilaku mereka cenderung tidak sehat bila dibandingkan dengan orang normal pada umumnya.

Ekspresi yang sangat tampak pada sifat pelaku korupsi adalah menganggap korupsi sebagai hal biasa bahkan menganggap sebagai suatu “prestasi” untuk memperkaya diri dan kelompoknya secara cepat.

Monster mungkin sosok yang tepat untuk menggambarkan pelaku korupsi dalam konteks sakit jiwa mereka semakin mengkuatirkan.

Namun penyakit jiwa yang mereka derita justru bukan untuk melepaskan mereka dari jeratan hukum.

Tetapi sebaliknya, ternyata secara psikologis pun mereka bukan lagi manusia yang normal.

Sebab itu jika kita memiliki teman apalagi saudara (keluarga) yang sering melakukan korupsi, maka mesti mewaspadainya.

Jika bisa, segera tolong mereka untuk segera diobati dengan terapi psikiater dan pendidikan agama.

Jangan biarkan mereka semakin terjerumus semakin dalam.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk membantu para koruptor agar sembuh dari penyakit jiwa gemar korupsi antara lain;

Hindari hal-hal yang menyangkut keuangan dari mereka, batasi ia membuat keputusan strategis, copot dari jabatan, bawa ia ruqyah, sering perlihatkan orang mati mendadak, terapi mental rutin seminggu tiga kali ke psikiater terdekat.

Jika itupun tidak mempan, maka berdoalah supaya mereka cepat kena teguran Allah Swt.

Atau kirim mereka ke pesantren untuk belajar agama dan tobat nasuha. Selebihnya kita hanya mampu berharap.

Dan semoga Indonesia tetap masih bisa berdiri tegak sampai kapanpun.(*)

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.