https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

spanduk dukung luhut capres 2026
Spanduk Dukung Luhut Capres 2026 Nongol di Jakarta, Pemilu Positif Ditunda? | Foto: deti.com

Spanduk Dukung Luhut Capres 2026 Nongol di Jakarta, Pemilu Positif Ditunda?

ACEHSATU.COM | JAKARTA – Sebuah spanduk berisi dukungan terhadap sosok Luhut Binsar Pandjaitan menjadi calon presiden 2026 terpasang di salah jembatan penyeberangan di Jakarta.

Tampak spanduk tersebut bertuliskan ‘Dukung Luhut Binsar Panjaitan Sebagai Calon Presiden 2026’. Selain itu, terdapat tulisan Aliansi Pendukung Luhut (APL) di bagian bawah spanduk tersebut.

Tampak pula foto Luhut menggunakan stelan jas dengan mengenakan peci berwarna hitam. Spanduk dukungan terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjadi calon presiden tahun 2026 terpampang di JPO Jalan Matraman Raya, Senin (14/3/2022).

Belum diketahui apakah spanduk dukungan terhadap pencalonan Luhut Binsar Pandjaitan tersebut memiliki hubungan dengan wacana penundaan pemilu yang sedianya akan terlaksana pada 2024 mendatang.

Namun sebagaimana diketahui, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan merupakan salah satu anggota kabinet Jokowi yang paling getol berbicara soal penundaan Pemilu.

Bahkan Luhut pernah mengklaim jika pemilih Partai Demokrat, Gerindra dan PDIP mendukung usulan Pemilu 2024 ditunda dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Luhut bicara demikian didasari big data berupa percakapan dari 110 juta orang di media sosial. Sejauh ini, Demokrat, Gerindra dan PDIP menyatakan menolak usulan penundaan Pemilu 2024.

“Nah, itu yang rakyat ngomong. Nah, ini kan ceruk ini atau orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada di Partai Gerindra, ada yang di PDIP, ada yang di PKB, ada yang di Golkar, di mana-mana kan ceruk ini,” kata Luhut dalam siniar di kanal Youtube Deddy Corbuzier, Jumat (11/3/2022).

Big data itu, ucapnya, menunjukkan ketidaksetujuan rakyat soal penyelenggaraan pemilu pada masa pandemi. Luhut mengklaim rakyat tak mau uang Rp110 triliun dipakai untuk menyelenggarakan pemilu.

Dia juga menilai aspirasi-aspirasi dari masyarakat tersebut sebagai bagian dari demokrasi. Persoalan wacana itu diwujudkan atau tidak, nantinya menjadi ranah MPR selaku pihak yang bisa mengubah atau mengamendemen UUD 1945 tentang pasal jadwal pemilu.

“Kalau rakyatnya terus berkembang terus gimana, nanti bilang DPR gimana, MPR bagaimana, ya kan konstitusi yang dibikin itu yang harus ditaati presiden. Konstitusi yang memerintahkan presiden, siapa pun presidennya,” ucap Luhut. (*)