Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur
DALAM beberapa pekan terakhir, terjadi lonjakan pasien aktif COVID-19 di Indonesia, khususnya di beberapa kota besar, termasuk Ibu Kota Jakarta. Sementara di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat, angka lonjakannya mencapai lebih dari 100 persen.
Hal itu mendorong Pemerintah Pusat maupun Daerah harus mengevaluasi total kinerja penanganan Covid-19 selama ini dan didorong melakukan terobosan-terobosan guna mengendalikan laju lonjakan Covid tersebut.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 hingga Jumat (18/6/2021), kembali melaporkan, total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.963.266 kasus.
Jumlah kasus Covid-19 tersebut terjadi setelah adanya penambahan 12.990 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dalam kurun waktu 24 jam terakhir.
Dalam data yang sama, pasien yang meninggal setelah terpapar Covid-19 bertambah 290 orang, sehingga angka kematian mencapai 54.043 orang, terhitung sejak awal pandemi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tirmizi, menyebut hingga Jumat (18 Juni 2021) sudah ditemukan 148 kasus infeksi varian Delta (dari India) di enam provinsi dan Jawa Tengah yang tertinggi.
Di DKI Jakarta sendiri, kapasitas Bed Occupation Rate (BOR) untuk ruang isolasi sudah terisi 84 persen dan ruang ICU COVID-19 mencapai 74 persen ( data Satgas hingga 17 Juni 2021). Jika tidak dilakukan langkah serius, maka diprediksi akhir Juni ini bisa terjadi sistem kesehatan Indonesia mengalami kolabs seperti di India baru-baru ini.
Negara-negara yang Diklaim Berhasil Tangani Covid
Berdasarkan laporan dari Bloomberg per Juni 2021, beberapa negara diklaim berhasil mengendalikan laju Covid-19. Brunei Darussalam, Selandia Baru, Singapura, Vietnam dan Taiwan menjadi negara dengan jumlah terpapar relatif sedikit disebabkan mereka melakukan langkah penganganan maksimal sehingga angka kematian menjadi sangat minim.
Di antara negara-negara di atas, menurut pendapat penulis, Brunei Darussalam bisa menjadi acuan bagi Indonesia dalam menangani Covid ini. Mengapa? Meski berbeda jumlah penduduk dan luas wilayah, akan tetapi, Brunei memiliki kesamaan dengan Indonesia, yakni masyarakatnya sama-sama mayoritas beragama Islam.
Selain menerapkan upaya medis dan protokol kesehatan dengan ketat yang disebut sebagai perisai bersepadu, Brunei juga melakukan penanganan Covid dengan pendekatan agama, yakni meminta masyarakatnya untuk selalu membaca Al-Quran, dzikir, berwudhu, shalat malam, bersedekah dan selalu menanamkan sikap optimis menghadapi pandemi.
Dikutip dari media resmi Brunei, Borneo Bulletin, Sultan Brunei Pangeran Hasanah Bolkiyah mengajak masyarakatnya untuk selalu membaca Al-Quran, sholat dan sholawat, seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran dan Sunnah.
“Alhamdulillah, Brunei Darussalam sangat mengutamakan dan meyakini sepenuhnya amalan shalat dan sholawat dalam Al-Quran dan As-Sunnah, selain melakukan upaya terpadu dalam penanggulangan wabah virus corona dengan mematuhi pedoman Kementerian Kesehatan,” kata Sultan Bolkiyah.
“Dengan membaca Al-Quran, dzikrullah dan sholawat yang dilakukan secara terus menerus, disiarkan di mushala, radio dan televisi, Brunei Darussalam telah dilindungi dan dijauhkan dari sebaran virus corona. Ini karena kita sebagai Muslim sepenuhnya percaya bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa menyembuhkan penyakit,” lanjut dia.
Data Kementerian Kesehatan Brunei, selama pandemi Covid-19 merebak, negara itu mencatatkan kasus Covid hanya 250 kasus dengan 3 kematian. Ini menjadi angka terkecil di dunia, meski penduduknya hanya berkisar 500 ribu jiwa.
Upaya Rohani Tanggulangi Covid
Selain upaya medis, aspek psikologi berperan penting dalam penanggulangan dan pengobatan Covid-19, baik pasien, tenaga kesehatan, maupun masyarakat umum. Kesehatan psikologis itu bisa dicapai dengan pendekatan rohani (keagamaan).

Islam sebagai agama yang paripurna, tentunya telah memberikan panduan lengkap, bagaimana sikap dan tindakan yang harus dilakukan apabila berada di tengah-tengah pandemi yang sedang merebak. Panduan itu bisa kita temukan dalam kitab suci Al-Quran dan Sunnah-sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam. Panduan itu diantaranya:
1. Ketaatan kepada Pemimpin.
Pemerintah Indonesia telah membuat sejumlah peraturan terkait pelaksnaan protokol kesehatan, karantina dan alur penanganan pasien. Upaya 3 M (memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan) dipandang sebagai langkah efektif mencegah terjadinya penularan.
Jika ada masyarakat yang diduga terpapar, maka pemerintah melakukan langkah 3T yaitu: testing (tes), tracing (pelacakan) dan treatment (pengobatan).
Maka, dengan anjuran pemerintah tersebut, masyarakat haruslah taat peraturan demi kemaslahatan bersama. Jika hal ini diabaikan, maka dampak buruknya tidak hanya menimpa kepada yang bersangkutan, tetapi juga keluarga, masyarakat sekitar dan negara ikut menanggung akibatnya.
2. Mengikuti Ajaran agama
Adapun ajaran-ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam Al-Quran dan sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa salam untuk menangkal mewabahnya penyakit adalah sebagai berikut:
a. Membaca Al-Quran
Kebiasaan rutin membaca Al-Quran setiap hari tak hanya mendatangkan pahala yang berlimpah. Namun mampu memberikan implikasi besar bagi kesehatan tubuh. Manfaat membaca Al-Quran bagi kesehatan, salah satunya dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat.
Seorang peneliti bernama Dr. Ahmed Al-Qadhi menyatakan, membaca atau memperdengarkan lantunan ayat suci Al-Quran saja sudah dapat memberikan perubahan fisiologis yang besar bagi tubuh manusia. Ia mengatakan, di antara manfaat langsungnya adalah: meredakan stress dan rasa cemas, menstabilkan tekanan darah dan denyut jantung, meningkatkan daya ingat dan konsentrasi, dan membantu menghancurkan sel-sel kanker.
Belajar dari keberhasilan Brunei dalam mencegah tertularnya Covid, maka penulis mengajak kepada umat Islam di Indonesia khususnya dan di manapun berada untuk merutinkan membaca Al-Quran setelah selesai shalat fardhu selama 5 sampai 15 menit.
Semoga dengan wasilah membaca Al-Quran, Allah Subhanahu wa Taala menjauhkan kita dari virus Corona.
b. Wudhu.
Manfaat wudhu bagi kesehatan sudah banyak dibuktikan oleh para pakar kesehatan dunia. Salah satunya adalah Prof Leopold Werner von Ehrenfels, seorang psikiater sekaligus neurolog berkebangsaan Austria, Eropa tengah.
Menurut Prof Ehrenfels, wudhu dapat merangsang kinerja pusat syaraf dalam tubuh manusia. Karena sentuhan langsung air wudhu dan titik-titik syaraf, maka secara otomatis kondisi tubuh senantiasa akan sehat. Dari penelitian itulah, ia akhirnya memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.
Sementara itu, para ulama fikih juga menjelaskan hikmah wudhu sebagai bagian dari upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah yang dibasuh dalam wudhu, seperti; tangan, muka (termasuk mulut), kepala, telinga dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan benda-benda asing, termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau bagian-bagian itu yang harus dibasuh.
Wakil Direktur Medik dan Keperawatan RS Islam Banjarmasin, dr H Meldy Muzada Elfa, SpPD mengatakan, selain sebagai syarat sah shalat, wudhu juga dapat mencegah penyebaran virus. Menurutnya, jika masyarakat sering berwudhu, bakteri dan kuman yang ada di tubuh manusia dapat dibersihkan, utamanya pada bagian terpenting, yakni tangan, mulut dan hidung.
Dengan membasuh kedua tangan hingga siku, berkumur-kumur dan istinsyaq serta istinsyar (menghirup dan mengeluarkan air melalui hidung) akan dapat membersihkan bagian-bagian tubuh yang paling rentan menjadi jalan masuknya virus.
c. Shalat malam.
Menurut dr Abdullah Rayhan Alatas yang menjadi salah satu dokter yang memberikan lanyanan di konsultasi online tanggap Corona Pemuda Rabithah Alawiyah menjelaskan, tahajud menjadi salah satu terapi bagi pasien Covid (bagi yang Muslim) untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
“Secara ringkas dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan oleh para ahli, shalat di awal waktu dan tahajud memiliki manfaat yang sangat baik, di antaranya memperlancar aliran darah ke berbagai bagian tubuh, meningkatkan kondisi psikologis, dan melancarkan metabolisme, sehingga mampu meningkatkan daya tahan tubuh,” kata dr Abdullah.
Penelitian medis lainnya tentang tahajud juga bisa ditemukan dalam buku berjudul Terapi Shalat Tahajud yang ditulis oleh Guru Besar UIN Sunan Ampel, Prof.Dr. Moh. Sholeh. Berangkat dari karyanya itu, Prof. Sholeh mendirikan Rumah Sehat yang sudah mendapat sertifikasi dari Kementerian Kesehatan RI. Rumah Sehat itu memberi layanan kesehatan bagi para pasien dengan berprinsip membangun motivasi dan kepercayaan diri bahwa mereka bisa mencapai kesehatan dengan mengikuti terapi berkelanjutan yang berbasis ibadah kepada Allah.
d. Sedekah.
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam bersabda:Shalat tahajud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan dan menghindarkan dari penyakit. (HR. Tirmidzi).
Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Dr. dr. Muh. Khidri Alwy, mengutip sebuah penelitian yang dilakukan oleh psikolog Amerika Serikat, David Klein yang melakukan uji coba pada orang yang suka memberi (bersedekah) dengan menganalisa kandungan air liurnya.
Dari penelitiannya itu, alhasil terjadi penambahan protein yang berperan penting dalam meningkatkan sistem kekebalan tubuh yaitu protein jenis A, yang dikenal dengan sel kekebalan (IgA).
Ketika seseorang merasa bahagia setelah memberi sedekah, tubuh akan memproduksi sel-sel kekebalan untuk melindungi tubuh dari serangan bakteri, virus dan mikroba jahat.
Orang yang menuniakan sedekah, tubuhnya akan memproduksi lebih banyak hormon endorphin (hormon yang meningkatkan rasa senang dan imunitas tubuh). Di sisi lain, pemberian atau kebaikan akan menginspirasi banyak kebaikan lain seperti efek domino.
“Rutin bersedekah memiliki risiko kematian yang lebih rendah dalam periode lima tahun ketimbang yang tidak bersedekah, dan sekitar 76% orang yang aktif dalam kegiatan sosial mempunyai kesehatan yang lebih bagus dibandingkan yang tidak bersedekah,” imbuh Dr. Khidri.
e. Sikap optimis.
Dalam Hadits Qudsi, Allah Subhanahu wa Taala berfirman:”Aku sesuai prasangka hambaku pada-Ku dan Aku bersamanya apabila ia memohon kepada-Ku,” (HR Muslim)
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar selalu berpikir positif dan berprasangka baik kepada Allah Subhanahu wa Taala serta memiliki sikap optimis.
Optimis adalah sikap mental yang ditandai dengan harapan dan keyakinan dalam menghadapi setiap masalah dalam kehidupan. Mereka yang bersikap optimis cenderung yakin bahwa hal-hal baik akan terjadi. Berpikir positif juga menjadi kunci sukses mengelola stres. Optimisme akan membuat seseorang menghadapi situasi apapun dengan cara positif dan produktif.
Para ilmuwan telah membuat kesimpulan atas riset selama puluhan tahun tentang manfaat berpikir positif dan optimisme bagi kesehatan. Hasil riset menunjukkan bahwa seorang optimis lebih sehat dan lebih panjang umur dibanding orang yang pesimis.
Darwin Labarthe, MD, MPH, PhD, profesor dari Preventive Medicine di Northwestern University, AS mengatakan, sikap optimis akan membuat seseorang percaya diri sehingga mampu bertindak produktif dan kreatif. Pikiran optimis juga akan membantu proses penyembuhan dan menurunkan hormon kortisol yang dapat memicu stres jika berlebih. (*)
Penulis adalah Pembina Yayasan Al-Fatah Indonesia