Senjakala Kata Merdeka di Rimba Raya
Oleh Makbul Rizky
Seperti pada hakikatnya bahwa selalu ada manfaat berupa ilmu pengetahuan dan pelajaran dalam setiap makhluk yang diciptakan tuhan, yang membersamai manusia dalam menjalani kehidupan di atas bumi miliknya ini.
Begitu pula dengan setiap permasalahan yang ada maka tuhan selalu, telah menciptakan petunjuk-petunjuk atau teknis penyelesaian masalahnya.
Gema takbir masih berkumandang dari mulut-mulut manusia dan masih menyesaki gendang-gendang telinga para pendengar.
Sementara itu, beriringan dengan suara takbir di hari raya, pendengaran kita juga dihadapkan dengan pernyataan sosok singa yang ingin mundur dari jabatan sebagai raja rimba karena asbab yang secara jelas telah diucapkan.
Tapi tidak tentu sebagai sebab satu-satu nya.
Bebarapa waktu setelah pernyataan itu, maka muncul lah beberapa hewan dengan masing-masing respons yang juga tak kalah menariknya, ada yang menunjukan rasa simpati dan berduka atas pernyataan tersebut.
Ada pula yang menyelubungkan rasa senang dengan kepura-puraan dengan menunjukan sedikit emosi kesedihan.
Hewan pertama adalah kelompok anjing, hewan yang tentu memiliki tingkat intelegensia (tingkat kecerdasan) yang tinggi, selain daripada kecerdasan yag dimilikinya, anjing tentu juga punya kemampuan khusus, yaitu kekampuan untuk mendengarkan jenis suara rendah (infrasonic) pada jarak yang bisa mencapai 20 meter.
Suara-suara infrasonic yang selama ini didengarnya adalah suara penderitaan dan suara-suara kesedihan dari penduduk hutan lainya.
Sehingga anjing menjadi penggongong yang objektif dan terus menyuarakan penderitaan itu kepada sang singa yang memimpin mereka.
Tapi anjing tetap lah anjing.
Ia ternyata makhluk yang tidak istiqomah dalam gonggonganya.
Kepada raja yang tidak memberinya makan ia akan terus menggongong sekeras-kerasnya, dan kepada tuan yang memberinya sedikit kenikmatan belaka maka ia akan menjadi penjilat yang paling handal.
Maka tentu kau sering melihat anjing yang lidahnya terus berliur bahkan sesaat setelah tuan memberikanya makan.
Karena kerakusan dan kegilaan akan kekuasaan memang telah mendarah daging dalam tubuhnya.
Hewan kedua adalah bebek, seekor hewan yang mungkin bagi penduduk hutan lainya adalah hewan yang biasa-biasa saja, tapi perlu diketahui bahwa bebek adalah hewan yang paling istiqomah dalam teriakannya.
Ia akan terus mengumandangkan suara yang sama, suara wek.. wekk..wekk dimanapun ia berada.
Suara itu yang disuarakannya di selokan, di kolam kotor, di mall di lapangan masjid-masjid maupun di istana sang raja.
Sebagai penutup maka perhatikanlah fakta yang ada.
Lebih banyak anjing atau bebek yang tertabrak di tengah jalan raya?
Tentu saja jawabanya adalah anjing.
Meskipun ia punya kemampuan mendengar suara lebih peka daripada bebek, tapi begitulah faktanya.
Bebek dalam keistiqamahan berjalan bersama-sama rombonganya mampu menghentikan pergerakan pengguna jalan lainya.
Sementara anjing dengan kecepatannya tertabrak jua akhirnya.
Sementara itu makhluk penghuni hutan lainya sedang memantau kemungkinan yang terjadi sambil membaca situasi.
Apakah mungkin saja selama ini anjing memang ingin menaikan pengganti raja dari golongannya sehingga gonggong nya begitu keras dan lantangnya.
Apakah anjing akan berhasil atau akan mati konyol tertabrak karena kebodohannya sendiri.
Di sisi lain bebek tetap saja istiqomah dengan suara nya sambil terus menjaga barisan persatuanya. (*)