ACEHSATU – Buku Selamat Jalan ke Habitatmu Dek Ben diluncurkan pada Jumat 22 Desember 2023, di SDIK Nurul Quran, Aceh Besar.
Buku ini lahir dari prakarsa Center for Tropical Veterinary Studies-One Health Collaborating Center (CENTROVETS-OHCC) Universitas Syiah Kuala berkolaborasi dengan Univeristas Udayana, Bali, me-launching buku Selamat Jalan ke Habitatmu Dek Ben.
Buku ini mengisahkan tentang kehidupan anak orang utan (pongo abelii) yang selamat dari kebakaran hutan. Ia ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang warga, lalu dibawa pulang dan dipelihara anak perempuan bernama Melu.
Dalam keseharian, Melu begitu lengket dengan anak orang utan ini. Bahkan memperlakukan selayaknya anggota keluarga sendiri. Agar gampang berinteraksi, Melu memberi nama Dek Ben kepada pongo abelii. Di Aceh, “Ben” adalah panggilan untuk orang utan.
Hidup bersama keluarga baru, Dek Ben kerap ikut dibawa bermain bersama Melu dan teman-temannya. Hingga para warga di desa itu mengenalinya.
Singkat cerita, dalam perkembangannya, Dek Ben menunjukkan gelaja klinis, menderita suatu penyakit. Tak lama berselang, Melu dan kedua orang tuanya juga ikut mengalami gejala serupa hingga akhirnya memeriksakan diri ke puskesmas.
Tak mau ambil risiko, Melu dan orang tuanya juga memeriksakan kesehatan Dek Ben ke Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Ternyata, Dek Ben terpapar penyakit.
Ironinya, tanpa disadari, sejumlah warga di desa itu juga menunjukkan gejala klinis yang sama dengan satwa liar tersebut. Inilah jalan pembuka untuk mengembalikan Dek Ben ke alam liar yang manjadi habitatnya.
Kedekatan Dek Ben telah menularkan zoonosis, penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Kisah unik pertalian Dek Ben dan Melu yang menggugah perasaan itu akhirnya tergambar dalam Selamat Jalan ke Habitatmu Dek Ben.
Koordinator OHCC Universitas Syiah Kuala (USK), Teuku Reza Ferasyi, menjelaskan program penulisan buku yang menceritakan tentang satwa liar ini dilakukan di lima universitas di Indonesia yang memiliki OHCC. Setiap kampus menulis buku dengan ciri khas daerah masing-masing.
Reza menguraikan bahwa buku ini disusun sebagai alternatif dalam memberikan pemahaman khususnya bagi anak-anak, yaitu betapa pentingnya menjaga kelestarian alam, menjaga kehidupan dan bagaimana cara yang baik berinteraksi dengan satwa liar agar masyarakat tidak terinfeksi penyakit menular.
“Buku ini juga untuk memberikan pemahaman tentang apa yang harus dilakukan ketika melihat ada satwa liar dan bagaimana jika mengalami sakit,” tutur Reza.
Kehadiran buku Selamat Jalan ke Habitatmu Dek Ben diharapkan dapat mengembangkan kreativitas anak-anak dalam menulis cerita, membuat gambar animasi dan sebagainya.
Buku ini, kata Reza, akan dibagikan kepada para siswa yang ada di Aceh. Tahap pertama ada 50-100 cetakan dibagikan kepada SDIK Nurul Quran, selanjutnya akan ada cetakan dengan jumlah lebih besar dan akan serahkan kepada berbagai stakeholder di Aceh.
Koordinator OHCC Udayana, Ni Nyoman Sri Budayanti, menjelaskan sedikitnya ada lima OHCC di Indonesia yakni Bali, Papua, Surabaya, Yogyakarta, dan Aceh. Kelimanya ini berada dibawah lembaga Indonesia One Health University Network (INDOHUN), bekerja sama membuat program buku dengan topik satwa liar dalam tiga bahasa.
Di Papua, topik yang diambil tentang Kuskus, di Bali monyet ekor panjang, Surabaya lutung, Yogyakarta kelelawar, dan di Aceh orang utan. “Nanti kami punya lima jenis buku dengan lima bahasa daerah dan lima karakter yang berbeda. Ini menunjukkan keberagaman yang ada di Indonesia,” kata Sri Budayanti.
Bukan tanpa alasan, kata Sri, penyusunan buku-buku itu karena melihat satwa liar yang berpotensi menimbulkan penyakit baru. Seperti yang terjadi tiga tahun terakhir, Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) juga berasal dari satwa liar.
Jadi, Sri bersama yang lainnya ingin mengedukasi masyarakat untuk mulai menjaga kelestarian satwa liar. “Kontak yang erat dengan satwa liar berpotensi memindahkan penyakit,” ucap Sri mengingatkan. ***