Hari Prokalamasi Kemerdekaan Aceh

Sejarah Hari Ini: Hari Proklamasi Kemerdekaan Aceh

Pada 3 Desember 1911 di Alue Bhot, seorang pemuda yang masih berusia 16 tahun ini duduk di sebuah akar kayu besar pinggir sungai kecil di kaki bukit barisan Tangse. Ia beristirahat setelah sekian lama berlari dari kejaran pasukan Marsose Belanda. Tiba-tiba, sebutir peluru menembus jantungnya. Pemuda itu pun ambruk ke tanah. Dialah Tgk Maad Muda … Read more

Pada 3 Desember 1911 di Alue Bhot, seorang pemuda yang masih berusia 16 tahun ini duduk di sebuah akar kayu besar pinggir sungai kecil di kaki bukit barisan Tangse.

Ia beristirahat setelah sekian lama berlari dari kejaran pasukan Marsose Belanda.

Tiba-tiba, sebutir peluru menembus jantungnya. Pemuda itu pun ambruk ke tanah.

Dialah Tgk Maad Muda Ditiro, pewaris terakhir Kerajaan Aceh dan simbol perlawanan terakhir Aceh terhadap Belanda.

Kemederkaan Aceh
Dr Teungku Hasan Ditiro bersama pasukan GAM yang dilatih di Libya. Foto Net

Sang pemuda itu syahid dan meninggalkan cap sikureung-- sebuah stempel Kerajaan Aceh.

Operasi perburuan sang pemuda heorik itu dipimpin Letnan H.J Schmidt.

Rombongan Letnan H.J Schmidt terdiri dari seorang Letnan Satu, dua serdadu Belanda, dua serdadu pribumi, satu kopral Ambon dan satu kopral pribumi, 17 marsose Ambon, 17 marsose pribumi, satu kopral perawat, seorang mandor, dan 24 kuli kerja paksa.

Letnan H.J Schmidt kemudian mendekati sang pemuda.

Bekas veteran perang Prancis itu kemudian mengambil sebuah revolver tua yang tergenggam di tangannya dan sebuah stempel yang disematkan dalam kantong baju sang pemuda.

Melihat keberhasilannya, Letnan H.J Schmidt bersuka cita.

Tgk Maad Muda itu sudah sekian lama diburu setelah Belanda gagal membujuknya menerima pangkat dan jabatan.

Teungku Chik Ma’ad Muda adalah putra Teungku Chik di Tiro Muhammad Amin bin Teungku Chik di Tiro Muhammad Saman.

Tgk Ma’ad melanjutkan kepemimpinan Tiro setelah Teungku Chik Mayed atau Tgk Mahyeddin, pamannya sendiri yang juga putra Teungku Chik Di Tiro syahid dalam medan perang Gunung Halimon pada 5 September 1910.

Sosok Teungku Chik Maat, dikenal berkulit putih dengan wajah rupawan; mengenakan celana hitam bersulam sutera layaknya seorang bangsawan.

Baju hitam berkancing emas dengan tengkulôk (kain penutup kepala) merah bersutera.

Prinsip dan konsistensinya begitu kuat, keimanannya tak mudah tergoyahkan.

Umurnya yang masih muda tidak menghalangi dirinya untuk melihat kebenaran dan tetap teguh membela bangsa dan agamanya.

Setelah menembak sang martil, Schmidt dan anak buahnya memberi penghormatan terakhir kepada Teungku Chik Maat; pemuda terakhir dari keturunan ulama Tiro yang sangat dihormati dan dikagumi Belanda.

Dalam upacara terakhir itu, Shcmidt berkata kepada pasukannya; “Dit is de Zoon van de Vader”. Inilah Aneuk Agam sang Ayah, tulis Haeqal Afifa, seorang peneliti pemikiran Hasan Tiro. (*)

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.