Putri Daud Beureueh

ACEHSATU.COM | JAKARTA – Ruhamah binti Daud Beureueh berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 10.10 WIB di RS Pertamina, Jakarta. “Innalillahi wainnanilaihibraji’un telah berpulang kerahmatullah Ibu Ruhamah binti Daud Beureueh pd pukul 10.10 wib di RS Pertamina dan akan diseumayamkan di rumah duka Jln Damai Cipete Jakarta Selatan mohon do’anya smg Allah mengampuni dosa2 dan diterima … Read more

ACEHSATU.COM | JAKARTA – Ruhamah binti Daud Beureueh berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 10.10 WIB di RS Pertamina, Jakarta.

“Innalillahi wainnanilaihibraji’un telah berpulang kerahmatullah Ibu Ruhamah binti Daud Beureueh pd pukul 10.10 wib di RS Pertamina dan akan diseumayamkan di rumah duka Jln Damai Cipete Jakarta Selatan mohon do’anya smg Allah mengampuni dosa2 dan diterima semua amal ibadah Telapak tangan menyatuTelapak tangan menyatuTasbih,” begitu narasi yang diposting akun twitter @aceh, Jumat (9/7/2021) pagi.

Ruhamah adalah anak Tgk Daud Beureueh yang ke-12 dari 13 bersaudara yang selama ini menetap di Jakarta. Tgk Daud Beureueh dikenal memiliki tiga istri yakni Cut Halimah, Teungku Asma dan Hj. Asiah.

Putri Daud Beureueh
Foto Dok/Net

Dari catatan wikipedia, Teungku Daud Beureueh berpangkat Mayor Jenderal (Tituler) (lahir di Beureu’eh, Mutiara, Pidie, Aceh, 17 September 1899 – meninggal di Banda Aceh, Aceh, 10 Juni 1987 pada umur 87 tahun.

Ia akrab disapa Ayah Daud dengan jabatan terakhir sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Teungku Daud juga merupakan tokoh kontroversial yang populer di kalangan masyarakat Aceh.

Ia melakukan pemberontakan kepada Pemerintah Indonesia dengan mendirikan Negara Islam Indonesia akibat ketidakpuasannya atas pemerintahan Soekarno. Namanya kini diabadikan untuk sebuah jalan di Banda Aceh.

Biografi Teungku Daud Beureueh

Muhammad Daud lahir di Desa Beureueh, bagian dari uleebalangschap Keumangan , sehingga ia bergelar Teungku Muhammad Daud Beureueh yang maksudnya adalah Kiai Muhammad Daud dari Beureueh.

Dakwah dan Perjuangan

Setelah menyelesaikan pendidikan, beliau di beberapa madrasah di Pidie, Aceh Utara dan Aceh Selatan pada akhir 1920-an. Dengan tubuh kekar, dengan berkepribadian keras dan terus terang, beliau merupaka seorang orator yang hebat. Beliau tak sungkan-sungkan menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar. Contohnya, beliau pernah menasehati Teuku Muhammad Hasan, anak Uleebalang Bentara Pineung untuk melarang permainan geudeu-geudeu (gulat) dan adu kerbau serta sapi untuk meramaikan pasar Lampoh Saka.[6] Pada tahun 1939 bersama Teungku Abdul Rahman Geulumpang Dua mendirikan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).

Organisasi masa ini awalnya bergerak di bidang pendidikan agama yang dipengaruhi oleh paham islam reformis sebagai jawaban dari penyebaran organisasi Muhammadiyah yang disokong oleh para Uleebalang. Saat pendudukan jepang, beliau bekerjasama dengan jepang melalui partisipasinya dalam Maibkatra.Beliau adalah republiken sejati, menolak kemerdekaan yang ditawarkan Van Mook saat berkunjung ke Aceh dengan tetap memilih berada di pangkuan Indonesia.

Konsistensinya terhadap penegakan syariat islam dimulai dari sejak dakwah di masa muda, sampai di awal masa revolusi.

Dalam suatu kesempatan bersama Teuku Nyak Arief, beliau memberi pandangan bahwa Indonesia sepatutnya berasaskan Islam.

Namun Teuku Nyak Arief menolak seraya menjelaskan keragaman yang ada di wilayah cikal bakal Indonesia nantinya. Keteguhan itu tidak surut sampai ketika Presiden Soekarno bertemu dengan Teungku Daud Beureueh dalam muhibahnya Juni 1948.

Beliau berpesan agar selepas perang kemerdekaan Aceh diberi kebebasan menjalankan syariat Islam, dan Soekarno mengiyakannya.

Setelah Kemerdekaan

Di Masa revolusi Teungku Muhammad Daud Beureueh muncul sebagai tokoh utama yang mendirikan Masyumi di Aceh pada tahun 1946. Memulai kariernya sebagai Kepala Kantor Urusan Agama pada kahir 1945, dia dianhlat oleh Pemerintah Pusat menjadi Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo pada tahun 1947 dengan pangkat Jenderal Mayor.

Jabatan Gubernur Militer ini dipegangnya sampai akhir 1949; ketika jabatan ini dihapus kemudian dia menjadi Gubenur Aceh.

Beliau dimutasikan ke Kementerian Dalam Negeri di Jakarta dan diangkat menjadi anggota DPR pada awal 1950 seiring dengan penciutan status Aceh dari provinsi menjadi keresidenan dalam provinsi Sumatera Utara.

Frustasi akan perkembangan politik setelah kemerdekaan, dia memimpin pemberontakan Darul Islam di Aceh pada 1953-1962.

Atas usaha mediasi dan persuasi dari Gubernur Ali Hasjimi (yang merupakan anak didik beliau di masa revolusi), Pangdam Iskandar Muda Kol. Muhammad Jasin serta tokoh lainnya, ia turun gunung mengakhir pemberontakan selama 9 tahun dengan peristiwa yang dikenal dengan Ikrar Lamteh.

Ia selanjutnya menyatakan memundurkan diri dari panggung politik, untuk terjun dalam masyarakat sahaja. Namun pengaruh politik beliau kekal hingga wafatnya tahun 1987, sampai-sampai rezim orde baru pernah mengungsikan beliau ke Jakarta karena takut beliau dipengaruhi oleh pemberontakan yang kelak bertransformasi menjadi Gerakan Aceh Merdeka. (*)

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.