https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

revisi qanun lks
Juru Bicara Pemeritah Aceh, Muhammad MTA

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Pj Gubenur Aceh ternyata telah menyerahkan rencana perubahan qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk dilakukan pembahasan.

Jika Qanun LKS direvisi maka akan membuka peluang bank konvensional kembali beroperasi di provinsi berjulukan Serambi mekkah yang sebelumnya sejak diberlakukan Qanuan LKS semua bank konvensional angkat kaki dari Aceh.

Angkat kakinya bank konvensional di Aceh disebut-sebut membuat dunia usaha di Aceh “kesulitan” dalam pembiayaan.  

Selain itu, kasus yang dialami BSI baru-baru ini menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

“Penyempurnaan qanun itu membuka kembali peluang bagi perbankan konvensional untuk kembali beroperasi di Aceh,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA, Senin (22/5/2023)

Untuk rencana revisi ini, Pj Gubernur Aceh juga telah menyerahkan rencana perubahan qanun LKS tersebut kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk di bahas.

Dijelaskan Juru Bicara Pemerintah Aceh ini, pada dasarnya Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi qanun LKS, dan secara khusus juga telah menyurati DPRA sejak Oktober 2022 lalu terkait peninjauan peraturan tersebut.

Dunia Usaha

Lanjutnya, wacana revisi qanun LKS juga merupakan aspirasi masyarakat, terutama para pelaku dunia usaha sehingga perlu dikaji dan dianalisa kembali terhadap dinamika dan problematika dari pelaksanaan qanun LKS selama ini.

Menurut Muhammad MTA,  kasus yang menimpa BSI baru-baru ini dapat menjadi salah satu referensi bagi DPRA dalam menyempurnakan pelaksanaan dan penerapan qanun LKS termasuk mengkaji kompensasi dari setiap potensi yang merugikan nasabah yang mungkin abai dalam qanun tersebut, dan mengembalikan operasional bank konvensional beropersi di Aceh.

Lanjutnya, sampai saat ini infrastruktur perbankan syariah di Aceh belum mampu menjawab dinamika dan problematika sosial ekonomi, terutama berkenaan dengan realitas transaksi keuangan berskala nasional dan internasional bagi pelaku usaha.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang tentu mempunyai kegiatan ekonomi bertaraf nasional dan internasional, maka keberadaan perbankan konvensional sebenarnya bukan sesuatu yang mesti dibangun resistensi.

Memperkuat Perbankan Syariah

“Namun, memperkuat perbankan syariah juga menjadi prioritas kita sebagai sebuah daerah atau kawasan yang memiliki kekhususan,” ujar MTA dikutip dari aceh.antaranews.com

Qanun LKS
Ilustrasi – Uang kertas rupiah Indonesia dengan kalkulator (ANTARA/Shutterstock/pri)

Ia menambahkan, Pemerintah Aceh sendiri pada Desember 2020 pernah menyampaikan rencana skema perpanjangan operasional bank konvensional hingga 2026 yang didasari oleh rapat antara pelaku perbankan dengan pengusaha yang dihadiri Pemerintah Aceh pada 16 Desember 2020 di Banda Aceh.

Pro-kontra memang sesuatu yang lumrah, meski demikian mari kita beri waktu kepada DPRA sebagai representatif masyarakat Aceh untuk mengkaji dan menganalisa sebagai sebuah kebijakan evaluasi terhadap qanun LKS ini demi penyempurnaan yang lebih baik, demikian Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA (*)