https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

polisi tak berseragam
Fahri Hamzah Sindir Pemerintah soal Insiden Wadas, Ungkit ‘Harmoko’ dan Sebut Istana Selalu Benar. | Foto: Kompas.com

ACEHSATU.COM | JAKARTA – PP Muhammadiyah Sentil Polisi Tak Berseragam Saat Insiden Wadas: Itulah Preman, Pengacau, Harus Ditangkap.

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyoroti sejumlah aparat kepolisian yang ditugaskan melakukan pengamanan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2022) lalu, karena tidak menggunakan pakaian dinas dan atribut resmi kepolisian.

Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Dr Trisno Raharjo, mengatakan aparat kepolisian menggunakan cara lama saat melakukan tindakan pengamanan tersebut. Dia menyebut cara polisi tak jelas prosedurnya.

“Cara-cara lama yang tidak jelas prosedurnya, tidak jelas duduk persoalannya, sehingga kita (warga Desa Wadas) sebagai warga negara tidak tahu sebenarnya dalam posisi apa saat diamankan di sana (di Mapolres Purworejo),” kata Trisno dalam konferensi pers pasca-penangkapan warga Desa Wadas 8-9 Februari 2022 secara daring via akun YouTube Yayasan LBH Indonesia, Kamis (10/2/2022).

Hal tersebut, menerut Trisno telah menodai ketentuan hukum acara yang seharusnya diterapkan oleh kepolisian. Trisno kemudian mengutip keterangan dari LBH selaku tim pendamping hukum warga Wadas soal status tersangka untuk tiga warga Desa Wadas.

Disebutkan bahwa tiga warga tersebut dikenakan UU ITE yakni pasal 28 dan KUHP pasal 14 dan 15. Menurut Trisno, penetapan status tersangka itu berlebihan.

“Sebab, kalau memang ini ada hal yang harus diselesaikan menggunakan ketentuan hukum pidana, maka patut dipertanyakan, kenapa kepolisian melibatkan pihak-pihak di luar kepolisian (orang berpakaian sipil),” kata Trisno.

Anggota tak Berseragam

Trisno menuturkan, saat mendatangi Polres Purworejo, pihaknya mendapat penjelasan bahwa orang-orang yang berpakaian sipil di Desa Wadas pada Selasa itu semuanya anggota polisi.

“Itu tidak boleh sama sekali. Kalau menggunakan pendekatan kepolisian yang resmi, mereka juga harus menggunakan seragam resmi. Nggak perlu menggunakan pakaian masyarakat sipil yang biasa kita sebut polisi berpakaian preman,” kata Trisno.

Jika kedatangan polisi yang berseragam resmi untuk mengamankan proses pengukuran lahan, Trisno berujar, tidak perlu lagi mengerahkan polisi berpakaian preman.

“Lalu apa maksudnya dengan datang ke tempat masyarakat. Menurut saya tidak perlu. Karena mereka kan bukan sedang mengukur rumah (warga),” kata Trisno.

Harus Ditangkap

Trisno menambahkan, tidak sepantasnya polisi menyematkan berbagai ketentuan pidana kepada warga sementara aparatnya sendiri melakukan tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Kalau aparat penegak hukum itu harus hadir (untuk melakukan tindakan pengamanan dalam proses pengukuran lahan), maka hadirlah dengan seragam. Bila tidak berseragam, ya itulah preman, itulah pengacau, itulah yang harus ditangkap, itulah yang harus dikeluarkan dari wilayah (Desa Wadas) sana,” kata Trisno dengan nada tegas. (*)