https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

Pengusaha Aceh
Foto Ilustrasi Shutterstock

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan di Aceh ternyata belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penyaluran kredit/pembiayaan bagi pengusaha lokal.

Data yang diperoleh dari Bank Indonesia Provinsi Aceh, Selasa, 24/05/2022, jumlah DPK tahun 2021 mencapai Rp39,5 triliun. Sedangkan Financing to Deposit Ratio (FDR) hanya 78,99 persen atau sebesar Rp31,02 triliun.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa komposisi jumlah kredit yang diberikan oleh perbankan di Aceh dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan masih terbilang rendah.

Salah satu pelaku UKM di Aceh Zubir Marzuki mengatakan, Aceh saat ini serba susah, kepercayaan produk lokal masih kurang dari masyarakat, sehingga usaha tak semulus yang dibayangkan, dukungan pemerintah daerah minim dalam hal promosi produk, inisiasi kepada masyarakat, dukungan bank minim karena mereka hanya cari aman saja.

“Memang Aceh agak kompleks sekali permasalahan, maka nya pengusaha Aceh kalau di luar banyak yang sukses. Kalau di kampung sendiri banyak yang gulung tikar,” katanya.

Kesulitan memperoleh pembiayaan usaha juga dialami oleh seorang nelayan kecil yang berdomisili di Aceh Besar.

BACA JUGA: BPS: Ekonomi Aceh Tumbuh 3,24 Persen, Didominasi Usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Meski sudah mengurus semua persyaratan administrasi. Namun ia gagal mendapatkan fasilitas pembiayaan karena kekurangan agunan tambahan yang diminta yaitu sertipikat tanah.

Padahal skim yang diajukan adalah kredit usaha rakyat (KUR).

Sebagaimana diketahui untuk tahun 2022, Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh mendapat kuota KUR sebanyak  Rp2,4 triliun yang difokuskan untuk mengembangkan UMKM di Aceh.

Sementara itu Ketua Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI) Provinsi Aceh Dr (Cand) Usuluddin, MBA menanggapi keluhan pengusaha UKM dalam mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan, hal itu sudah berlangsung sejak lama. Puncaknya terjadi ketika peralihan sistem perbankan ke pola syariah di Aceh pada awal 2020.

Menurut Usuluddin idealnya Pergub Aceh 2018 bisa berkontribusi besar dalam menekan bank syariah soal pembiayaan di Aceh.

“Pemerintah Aceh jangan nonton saja. Action dong,” ujar Usuluddin.

Lantas dia pun mengungkapkan, “mungkin karena pemikiran Aceh daerah modal, jadi Aceh nggak perlu dimodali,” tambahnya.

Bank Syariah di Aceh punya skema pembiayaan sendiri yang islami dalam memajukan UMKM. Tidak hanya merujuk pembiayaan yang hampir sama dengan pola bank konvensional.

Pengusaha Aceh
Foto Ilustrasi Shutterstock

“Bank Syariah yang ada di Aceh hari ini hampir 100% pembiayaan dengan model bank konven. Bahkan proses pembiayaan lebih lama dan jaminan agunan pengambilan KUR lebih tinggi di atas bank konven,” ucap Pengusaha Kopi itu.

Berbeda dengan Pujo Basuki, Konsultan UMKM ini berpendapat, rendahnya penyaluran kredit/pembiayaan oleh perbankan di Aceh Bisa jadi disebabkan karyawan bank nya yang tidak sukses menggaet debitur.

“Karyawan bank nya yang kurang giat bekerja mencari pengusaha yang butuh modal,” timpal Pujo.

Mengutip media lokal, Selasa, 24/05/2022, Manajer Area Bank BSI Aceh Wisnu Sunandar menyebutkan jika pada tahun ini, BSI menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp2,4 triliun. Tambah Rp1 triliun dari tahun lalu.

Sejak awal tahun hingga April ini penyaluran KUR sudah mencapai Rp990 miliar lebih kepada sekitar 15.000 nasabah, dengan 9.000 nasabah baru atau 60% itu nasabah baru dengan jenis usaha baru di Aceh. (*)