Mengendalikan Kerja Pegawai Pemerintah Aceh

Tidak cukup hanya pengawasan internal yang dilakukan akan tetapi dalam pembangunan di Indonesia ditambah lagi pengawasan eksternal, seperti BPK (Badan Pengawasan Keuangan), DPR/DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan lembaga penegakan hukum lainya.

Oleh: Dr. Zainuddin. SE,.M. Si

ACEHSATU.COM – Tulisan ini merupakan bentuk sumbang pikiran serta tidak ditujukan untuk melemahkan organ-organ yang lain dan ini terinspirasi dari sebuah hasil  penelitian mahasiswa Pogram Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekah yang menyimpulkan bahwa sistem pengendalian internal Pemerintah Aceh signifikan positif terhadap kinerja Pemerintah Aceh, di mana kinerja diukur dengan realisasi anggaran.

Diawali diskusi saya dengan sang mahasiswa dengan menanyakan satu pertanyaan bahwa kenapa saudara ingin berlelah-lelah melakukan penelitian yang kurang lebih memerlukan waktu hampir setahun.  Jawaban mahasiswa adalah karena dari amatannya terlihat masih banyak tindakan dari aparatur yang kurang terawasi terutama menyangkut jam kerja, perlakuannya terhadap fasilitas publik seakan-akan milik pribadi.  Kenapa juga Aceh yang memiliki banyak dana tetapi hingga sekarang tidak terlihat perubahan yang sangat signifikan baik pembangunan fisik maupun non fisik, sehingga Provinsi Aceh masih berada di peringkat paling bawah termiskin di pulau Sumatera.

Lebih kurang begitulah jawaban sang mahasiswa dengan penuh semangat, dan saya  juga bersemangat mendengar sikap kritisnya. Kemudian, karena yang bersangkutan mengambil bidang akuntansi  ingin dibuktikan apakah variabel kontrol internal dapat menciptakan kinerja pemerintah kearah lebih baik.

Secara teori sebagai dasar pijakan untuk mencapai kinerja ke arah lebih baik hampir bisa kita katakan bahwa pemerintah secara umum dan Pemerintah Aceh secara khusus sudah mumpuni, dimana setiap unit pemerintah adanya lembaga pengwasan berupa inspektorat, baik ditingkat provinsi maupun ditingkat kabupaten dan kota ditambah lagi adanya pengendalian atau pengawan yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasn keuangan dan Pembangunan) yang kesemuanya itu merupakan pengawasan internal pemerintah.

Tidak cukup hanya pengawasan internal yang dilakukan akan tetapi dalam pembangunan di Indonesia ditambah lagi pengawasan eksternal, seperti BPK (Badan Pengawasan Keuangan), DPR/DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, KPK dan lembaga penegakan hukum lainya.

Namun, di sini mati kita uraikan tentang keberadaan pengendalian internal Pemerintah Aceh dalam pembangunan Aceh yang telah ada kesimpulan berdampak positif terhadap kinerja dari sebuah penelitian ilmiah yang dilakukan oleh mahasiswa strata satu dan kita hubungkan dengan fenomena-fenomena yang viral belum lama ini.

Untuk mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintah yang baik dan benar membuat suatu sistem untuk memastikan pemerintah berjalan sesuai dengan ketentuan, yaitu dibentuk sisitem pengendalian internal pemerintah atau disingkat SPIP, dan salah satu kegiatan dari pengendalian atau pengawasan internal pemerintah adalah melakukan “review kinerja pemerintah, pengendalian fisik aset, dan otorisasi transaksi dan kejadian penting”.

Jadi boleh dinyatakan bahwa tugas dari inspektorat Aceh adalah mereview kinerja pemerintah dalam kaitannya menyangkut dana publik dan asset publik agar terhindar perbuatan tercela, maka atas dasar itu sebenarnya bila peran inspektorat Aceh benar-benar terimplementasi seperti semangat pembentukannya mungkin tidak ada yang namanya program-program yang viral negatif selama ini, seperti program sapi kurus, proyek pemerintah yang sia-sia atau dibiarkan terbengkalai, dan adanya asset publik salah penggunaan seperti contoh kenderaan bermotor yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi tapi dibiayai oleh APBA serta lain sebagainya.

Jika saja peran inspektorat dan elemen lainnya sebagai pengendalian internal Pemerintah Aceh berjalan secara optimal, artinya bukan hanya sekenar administrasi saja.

Karena pengendalian bukan hanya menitikberatkan pada administrasi saja melainkan pengawasan bisa dilakukan sambil proyek atau program berjalan sehingga tidak akan terjadi seperti yang kita sebut diatas, dan kita tidak menyoal tentang peran dari inspektorat Aceh hingga kabupaten dan kota karena pada dasarnya sudah ada peraturannya untuk lembaga itu, akan tetapi yang kita pertanyakan adalah kenapa hal-hal negatif seperti tersebut sebelumnya masih terjadi sama dengan alibi yang dibangun oleh mahasiswa tadi.

Secara logika sederhana memang keberhasilan sebuah program harus dimulai dari sebuah perencanaan yang benar, dan dari perencanaan yang benar harus diikuti dengan pengawasan yang benar pula.

Dan pada akhir diskusi saya dengan mahasiswa ada lagi pertanyaan saya kepadanya tentang saran dia kepada Pemerintah Aceh (khususnya badan pengawasan, yaitu inspektorat), dan dia dengan sigap memberi saran agar inspektorat harus optimal melakukan pengawasan sesuai peraturan yang berlaku dan benar-benar ditegakan hukum sebagai panglima, dan bila itu dilakukan katanya harapan Aceh menuju kemakmuran masih belum terlambat, dan bila inspektorat bekerja lamban maka boleh dikatakan Aceh kedepan walaupun dana nya melimpah tetap saja minim pembangunan karena masing-masing berlomba-lomba untuk kepuasan pribadi dari penyelenggara pemerintahan.

Lagi-lagi saya sedikit kagum atas argumentasi dari sang mahasiswa itu tentang sarannya, menurut saya sangat benar agumentasinya dan saya mencoba menghubungkan dengan apa yang terjadi pada masa pandemik wabah Covid-19 tentang pengendalian yang dilakukan oleh Plt Gubernur Aceh yang sangat efektif menurut saya, yaitu ketika ada imbauan dari Plt Gubernur bahwa setiap ASN tingkat Provinsi Aceh tidak boleh duduk ngobrol di warkop-warkop dan bila kedapatan bakal diberi sanksi, dan ini berhasil membatasi ASN tidak duduk dan ngobrol di warkop-warkop yang saya amati.

Nah, atas dasar pengalaman ini tentu kepada yang lain-lain menyangkut kinerja aparatur tidak susah sebenarnya untuk dikendalikan, cuma tinggal keseriusan dan keberpihakan pemangku kepentingan untuk tujuan pembanguan dan mengoptimalkan serta konsen pada tujuan menyelenggarakan pemerintahan yang ideal sesuai dengan undang-undang.

Saran saya ketegasan Plt. Gubernur Aceh dalam masa pandemik wabah Covid -19 terutama menyangkut pengendalian ASN bisa diambil pembelajaran dalam pengendalian kedepan agar kinerja pemerintahan benar-benar bisa dimplementasikan seperti hasil penelitian mahasiswa, yaitu sekali lagi diulang pengendalian internal signifikan positif terhadap kinerja Pemerintah Aceh.

Pada akhirnya, kita sebagai makhluk beriman sebenarnya tanpa diawasi pun oleh manusia tetap akan terkendali karena kita yakin seyakinnya bahwa setiap tindakan tak luput dari pengawasan sang Maha Pencipta, jadi bila kita masih mencoba untuk tidak benar maka sesungguhnya tauhid kita sepertinya ada masalah karena tidak takut pada pengawasan Allah.

Orang mukmin hidupnya selalu dalam pengawasan  karena sebaik-baik manusia adalah manusia yang yakin hidupnya selalu diawasi hingga yang bersangkutan terhindar dari kesalahan.(*)

(Penulis Adalah Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Serambi Mekah (USM) Aceh).

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.