Oleh Asnawi Ali
Melalui tulsian ini, kami dari Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF), ingin menyampaikan beberapa hal terkait pengakuan Jokowi pada 11 Januari 2023 atas kejadian pelanggaran HAM berat di masa lalu, dimana tiga dari dua belas kasus yang diakui tersebut telah berlaku di Aceh.
Sebagai organisasi yang selalu aktif membela dan memperjuangkan hak-hak bangsa Aceh di forum-forum internasional, termasuk hak-hak asasi manusia.
ASNLF memaklumi, bahwa pengakuan ini adalah sebuah kemajuan baru dalam sejarah HAM di Indonesia.
Namun, dibalik euforia pencapaian tersebut, perlu ditegaskan bahwa tiga kasus Aceh yang disebutkan itu hanyalah mencakup sebagian kecil dari ribuan kasus pelanggaran HAM berat yang telah terjadi di Aceh yang sudah terdokumentasi dan sering dipublikasikan oleh organisasi-organisasi pembela HAM baik regional maupun internasional.
Sangat disayangkan pula bahwa dalam penyampaiannya Jokowi tidak membuka fakta bahwa pelanggaran yang dimaksud telah dilakukan secara sistematis oleh badan-badan pemerintah dan militer Indonesia itu sendiri.
Dimana berdasarkan definisi hukum sebagian besar dari kasus pelanggaran itu bahkan dapat juga dikategorikan kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity) atawa genosida (genocide).
Sangat penting untuk diketahui, pernyataan ini merupakan satu manuver politik untuk mengelabui sejarah dan fakta seperti yang sering terjadi secara disengaja dalam sejarah Indonesia.
Selain itu, ASNLF, juga ingin menyampaikan sikap pesimis terhadap komitmen pura-pura pihak Indonesia yang menyatakan bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi sementara pelanggaran-pelanggaran masih terus terjadi di Aceh, Papua, Maluku dan berbagai tempat lainnya.
Bahkan, aspirasi murni bangsa-bangsa tersebut untuk menjalankan hak penentuan nasib sendiri diabaikan.
Tak dapat dipungkiri, pelaku-pelaku utama pelanggaran pun masih tetap menjabat posisi-posisi penting dalam lingkar kuasa Jokowi.
Penulis adalah aktivis Acheh-Sumatra National Liberation Front berdomisi di Swedia