https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

Pengadilan Negeri Suka Makmue
Foto Ilustrasi. keputusan pengadilan Net

ACEHSATU.COM | NAGAN RAYA – Pengadilan Negeri Suka Makmue melalui Majelis Hakim memutuskan tidak dapat menerima atau Niet Ontvankelijke (N.O) gugatan perlawanan yang dilayangkan dalam Perkara Nomor: 7/Pdt.Bth/2019/PN-Skm.

Putusan tersebut dibacakan Majelis Hakim pada hari Selasa (8/12/2020).

Gugatan Perkara Nomor: 7/Pdt.Bth/2019/PN-Skm yang diterima pada tanggal 23 Juli 2019 ini merupakan gugatan perlawanan dari kelompok warga yakni Sulaiman dkk yang berasal dari Desa Pulo Kruet, Kecamatan Darul Makmur,  Nagan Raya.

Mereka melawan Menteri Lingkungan Hidup RI (Terlawan I), PT Kallista Alam (Terlawan II), dan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (Terlawan Intervensi).

Gugatan perkara ini pada pokoknya adalah keberatan dari Sulaiman dkk terhadap eksekusi Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012 tanggal 8 Januari 2014 yang menghukum PT Kallista Alam karena telah bersalah membakar ±1.000 hektare lahan gambut Rawa Tripa.

PT Kalista  Alam diwajibkan untuk membayar Rp 366 miliar ke kas negara dan juga untuk pemulihan lahan gambut tersebut.

Menurut Sulaiman, pemulihan lingkungan terhadap lahan yang terbakar seluas ±1.000 ha berdasarkan Putusan Pengadilan tersebut di atas termasuk lahan-lahan milik Sulaiman dkk, di dalamnya.

Sehingga pemulihan lingkungan akan menimbulkan kerugian bagi Sulaiman dkk.

Pada Selasa sore kemarin, pukul 15:45 WIB, Majelis Hakim menyatakan gugatan dengan para pelawan tidak dapat diterima dan menolak permohonan provisi yang diajukan oleh pelawan.

Majelis Hakim memiliki pertimbangan hukum bahwa objek lahan yang diklaim oleh para pelawan berada di luar wilayah HGU PT Kallista Alam, dan oleh karena itu para pelawan tidak memiliki kerugian atau kepentingan terhadap objek yang dieksekusi.

Pengadilan Negeri Suka Makmue
Foto Ilustrasi. Net

Selanjutnya, majelis hakim juga tidak bisa mengabulkan permohonan para pelawan untuk menyatakan Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012 tanggal 8 Januari 2014 tidak memiliki kekuatan hukum, karena putusan tersebut sudah diputuskan juga oleh Mahkamah Agung, sebagai badan hukum yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, Pengadilan Negeri Suka Makmue, tidak bisa membatalkan putusan tersebut.

Apresiasi Putusan Pengadilan Suka Makmue

Sementara itu, putusan  PN Suka Makmue mendapat apresiasi dari pihak Kementerian Lingkungan Hidup.

“Putusan ini menjadi preseden baik dalam perjuangan kita bersama untuk keadilan lingkungan di Rawa Tripa. Kasus ini sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung untuk dieksekusi putusannya pada tahun 2017 lalu, tetapi sampai saat ini, status Rawa Tripa yang kita cintai masih belum pulih. Kami sangat apresiasi putusan Majelis Hakim PN Suka Makmue, dan  semoga bisa mendukung PN Meulaboh untuk segera melakukan eksekusi putusan,” jelas Drs.

Saifuddin Akbar, Kuasa Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Eksekusi Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor 12/Pdt.G/2012 tanggal 8 Januari 2014 akan berdampak terhadap keadilan lingkungan hidup di Indonesia, khususnya Rawa Tripa, tempat yang dulu dikenal sebagai Ibukota Orangutan di dunia karena kepadatan populasinya.

“Rawa Tripa adalah kawasan gambut yang juga termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser, tentunya mempunyai dampak positif untuk masyarakat di sekitarnya karena fungsi gambut sebagai penyerap karbon dan regulasi air saat hujan deras dan mitigasi bencana-bencana seperti banjir,” tutup Badrul Irfan, Sekretaris HAkA. (*)