Oleh: Dr. Zainuddin, SE, M.Si*
ACEHSATU.COM – Sepertinya covid-19 yang melanda dunia secara global pada saat ini akan melahirkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada tatanan baru pula, yaitu dalam segala hal harus diikuti secara ketat protokol kesehatan yang berujung pada terciptanya pelambatan aktivitas ekonomi, dan bila ini terjadi dalam waktu lama akan dapat dipastikan tak bisa delakan dari krisis ekonomi yang berkepanjangan secara global.
Oleh sebab itu, krisis ekonomi akan berakibat pada fiskal nergara, yaitu harus dilahirkan kebjikan fiskal yang bisa berdaptasi dengan krisis tersebut.
Kebijkan fiskal pada dasarnya upaya mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran Negara. Penerimaan Negara bersumber dari pajak, penerimaan bukan pajak, dan deviden dari BUMN serta rencana besarnya penerimaan dari pinjaman/bantuan hibah luar negeri.
Sedangkan, pada sisi pengeluaran secara garis besar dibagi dua kelompok, yaitu pengeluaran bersifat rutin dan pengeluaran bersifat pembangunan (ini berlaku pada saat normal). Akan tetapi tiba-tiba datang musibah dahsyat pandemik wabah covid-19 yang harus berubah semua pada sisi pengeluaran dan terjadi pelambatan pada sisi penerimaan.
Akibat pandemik wabah covid-19 akan terjadi pergeseran besar pada porsi pengeluaran dan juga terjadi tekanan pada sisi penerimaan (dan tidak normal), yaitu seluruh energi fiskal Negara harus mengutamakan pada penanggulangan wabah disatu sisi dan disisi yang lain juga harus bisa menjamin kebersinambungan program pembangunan serta penyelenggaraan pemerintahan, maka disini harus dituntut kelihaian dan keseriusan dari pemangku kepentingan untuk mensiasati perlakukan pada kebijakan fiskal Negara.
Pelambatan aktivitas ekonomi dengan sendirinya aliran kepada persediaan belanja Negara (APBN) akan tersendat alias akan berkurang, hal ini disebabkan penerimaan pajak akan turun drastis yang disebabkan dunia usaha juga ikut berdampak (kebanyakan tidak bisa menghimpun profit yang tinggi) hingga deviden BUMN dipastikan berdampak negative juga. Dengan demikian, satu-satunya andalan penerimaan adalah melalui peningkatan utang Negara.
Dengan kejadian seperti itu, maka dapat dipastikan Negara akan memangkas juga transfer kepada daerah-daerah otonom, dan sebenarnya yang sangat sakit atas kejadiaan ini adalah daerah-daerah otonom yang amat tergantung transfer pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunannya.
Dalam menghadapi keadaan seperti ini (krisis ekonomi), maka ada strategi yang bisa dilakukan (menurut pandangan saya) adalah pemerintah harus benar-benar bisa menciptakan clear government dalam penyelenggaraan pemerintahaan dan melakukan kebijakan penghematan yang ketat. Kebijakan (yang sedikit radikal) adalah kebijakan pemangkasan pada pengeluaran rutin, yaitu potong salary (gaji) terhadap golongan dan bidang tertentu bagi ASN dan seluruh anggota legislatif dan ditetapkan saja sallery tertinggi tidak lebih dari dua puluh juta, dan bila diperlukan dilakukan pensiun dini terhadap personal yang tidak produktif atau dengan kata lain pemangkasan jumlah tenaga kerja pemerintah yang gemuk untuk didietkan (haha alias diupayakan jumlah yang proposional), dan tidak lagi membayar gaji kelebihan jumlah bulan kalender (haha berat memang).
Dimana, hasil penghematan ini dialihkan kepada penanggulangan wabah, dan pemerintah juga punya kewajiban pada keberlangsungan hidup rakyat yang juga berdampak dari covid-19 lewat suntikan dana (bantuan sosial) untuk masyarakat dan yang paling penting suntikan dana untuk kegiatan ekonomi masyarakat yang kurang berdampak, seperti sektor pertanian agar roda ekonomi masyarakat tidak mati total, dan dialihkan kepada beasiswa kepada masyarakat pelajar karena ini sangat penting harus mendapat perhatian karena menyangkut kuaitas sumber daya manusia yang sangat diperlukan buat masa sekarang dan masa depan negeri ini.
Selanjutnya, harus dilakukan pembatalan dan atau penundaan mega proyek pemerintah guna memperketat pengeluaran melalui budget Negara, serta mengurangi laju impor barang agar cadangan devisa bisa terjamin keberadaannya.
Selain itu harus ada kebijkan tegas terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, seperti serimonial-serimonial yang menghabiskan budget Negara ditiadakan, dan ditiadakan even-even yang tidak begitu penting.
Tindakan seperti ini dinamakan model efisiensi sangat ketat unutk anggran belanja Negara dalam suasana wabah, dan ini hanya berlaku saat pandemic saja, dan bila sudah keadaan normal kembali maka dengan sendirinya akan kembali kepada kehidupan normal. Jika stretegi seperti ini mau dilakukan, maka rakyat Indonesia bisa hidup sedikit damai dengan tatanan baru dalam keadaan covid-19.
Ini tidak harus diikuti melainkan bisa jadi menjadi salah satu pertimbangan bila ingin negeri bisa berlanjut dalam kebersamaan dan damai. Sebentar lagi memasuki hari raya Idul Fitri, maka tak salah kita gantungkan harapan bahawa covid-19 akan segera Allah cabut dibumi pertiwi ini dan saya pribadi mengucapkan “selamat berhari raya mohon maaf lahir dan bati”. Wassalam. (*)
Penulis: Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi USM Aceh