Wali Nanggroe
Menanggapi rencana penambahan empat Batalyon TNI, Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar, menolak rencana tersebut.

BANDA ACEH – Kementerian Pertahanan Republik Indonesia merencanakan membangun empat Batalyon Tentara Nasional Indonesia (TNI) baru di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Aceh Singkil.

Menanggapi hal itu, Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar, menolak rencana tersebut.

Dalam pernyataan tertulis kepada media pada Sabtu, 3 Mei 2024, Wali Nanggroe mengatakan, penambahan Batalyon itu bertentangan dengan Perjanjian Damai Helsinki yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada 2005.

Dikatakan, selama perdamaian berlaku, masyarakat Aceh semakin merasa aman dan merasa bahwa pemerintah berkomitmen kepada perjanjian damai MoU Helsinki 2005.

Bahkan, pihak eks kombatan GAM bahu-membahu saling menjaga keamanan sejak tahun 2005-2025.

Malik Mahmud menilai hubungan negara-negara di kawasan baik-baik saja. Jadi, tidak ada alasan bagi TNI untuk menambah personel mereka di Aceh.

Dia juga menjamin rakyat Aceh siap menghadapi ancaman dari luar. Dia juga mengatakan Aceh dapat menantang Portugis selama lebih dari 100 tahun, Belanda 70 tahun dan Jepang 3,5 tahun.
Hal itu tercatat dalam sejarah.

“Yang harus digarisbawahi adalah kepercayaan dan komitmen bersama pada apa yang telah disepakati, adalah benteng pertahanan yang kokoh dan pintu memasuki era pembangunan Aceh di masa depan yang cemerlang,” kata Malik Mahmud.

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Tgk Muharuddin, mengatakan rencana Kementerian Pertahanan RI membangun empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP) baru di Aceh dapat memicu trauma konflik di tengah masyarakat Aceh.

Apalagi, penambahan personel TNI di Aceh juga bertentangan dengan perjanjian damai RI-GAM (MoU Helsinki).

“Masyarakat Aceh saat ini sudah hidup tenang dan damai, serta telah bersinergi dengan TNI. Jangan sampai dengan penambahan batalyon ini membuat masyarakat Aceh kembali ketakutan dan trauma atas kejadian di masa lalu,” kata Muharuddin

Kesepakatan damai, kata Muharuddin, pada butir 4.7, menyepakati bahwa jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh, setelah relokasi, hanya 14.700 orang.

Pada butir 4.8. juga disepakati bahwa tidak akan ada pergerakan tentara besar-besaran setelah penandatangan nota kesepahaman ini.

Adapun pada butir 4.11 disebutkan bahwa dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.

Apalagi saat ini terdapat 13 batalyon di bawah Kodam Iskandar Muda.

“Untuk memperkuat pertahanan wilayah serta untuk mengintegrasikan program-program pertahanan dengan pembangunan nasional di Aceh, cukup dengan memperkuat tentara organik yang berada di Aceh, tanpa harus membentuk Bataliyon baru. Mengingat juga jumlah personil TNI di Aceh dari tahun ke tahun terus bertambah, melalui perekrutan baik tingkat tamtama dan bintara serta perwira,” kata Muharuddin.

Muharuddin meminta Kementerian Pertahanan RI mengkaji ulang wacara pembangunan empat batalyon tersebut.

Dia juga berharap Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh, bersama DPR Aceh dan Wali Nanggroe, duduk bersama untuk mencari alternatif lain dalam menjaga pertahanan Indonesia di wilayah ujung paling barat ini. ***

ads

ads