Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri Resources Akui Gagal Melindungi SM Rawa Singkil

SM Rawa Singkil

Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri Resources Akui Gagal Melindungi SM Rawa Singkil

Oleh: Yusmadi Yusuf

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri Resources terbukti gagal melindungi hutan di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil yang merupakan bagian

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Musim Mas, Wilmar dan Golden Agri Resources terbukti gagal melindungi hutan di Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil yang merupakan bagian kawasan hutan Leuser, situs konservasi yang dilindungi secara nasional.

Pasalnya, ketiga perusahaan dagang minyak sawit terbesar di Indonesia tersebut memasok dari salah satu pemasok tidak langsung mereka yang telah membangun perkebunan kelapa sawit ilegal di dalam SM Rawa Singkil.

Bukti kegagalan tiga perusahaan tersebut dalam menghentikan suplai minyak sawit dari pemasok yang terlibat dalam deforestasi di SM Rawa Singkil dilaporkan oleh Rainforest Action Network (RAN) dalam laporan berjudul ‘Skandal Bom Karbon.

BACA: Sinar Mas Agribusiness and Food Kenalkan Program Sawit Terampil kepada 4.000 Petani di Ekosistem Leuser

Sebelumnya, ketiga perusahaan itu, termasuk grup Apical anak perusahaan Royal Golden Eagle (RGE), sempat mengeluarkan pernyataan publik yang menyangkal hasil investigasi RAN.

Namun RAN menanggapi penyangkalan tersebut dengan menerbitkan bukti tambahan dan mendorong perusahaan untuk melakukan proses verifikasi bukti dalam laporan.

Dalam laporan investigasi yang dirilis pada September 2022, RAN melaporkan temuan perkebunan illegal yang masuk dalam kawasan SM Rawa Singkil. Kebun tersebut merupakan milik Mahmuddin, seorang pengusaha lokal di Aceh Selatan.

Gagal melindungi hutan

Ketiga perusahaan ini kemudian mengirimkan beberapa tim verifikasi lapangan untuk melakukan verifikasi bukti-bukti dari laporan RAN. Alhasil, perusahaan-perusahaan ini kemudian mengonfirmasi kebenaran hasil temuan laporan RAN tersebut.

Dan saat ini telah mendapatkan komitmen ‘rencana aksi’ dari perkebunan milik Mahmuddin, sebagai salah satu perkebunan ilegal yang terungkap dalam laporan tersebut.

Rencana aksi ini salah satunya terkait penonaktifan lahan perkebunan yang masuk di dalam wilayah cagar alam dan mengembalikan lahan tersebut kepada pemerintah Indonesia untuk direstorasi.

BACA JUGA: INVESTIGASI: Merek Ternama Dunia Juga Ikut Merusak Hutan Leuser

Gemma Tillack, Direktur Kebijakan Hutan RAN dalam pernyataannya kepada ACEHSATU.com mengungkapkan bahwa, kasus ini menjadi preseden penting untuk menegaskan batas jelas wilayah konservasi SM Rawa Singkil yang dilindungi secara nasional.

“Jika perkebunan ilegal bisa dipulihkan kembali dan BKSDA bisa kembali melindungi hutan gambut dari perambahan di masa mendatang, kondisi ini akan berkontribusi pada usaha pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia,” kata Gemma Tillack.

SM Rawa Singkil
Tanaman sawit yang baru ditanam di kawasan yang bersisian dengan Suaka Margasatwa Rawa Singkil, di Trumon, Aceh Selatan. Foto Yusmadi Yusuf

Dikatakan, pada saat yang sama, bukti ini juga menegaskan bahwa sistem penelusuran, pemantauan, dan verifikasi rantai pasok yang digunakan oleh perusahaan dagang minyak sawit di Indonesia dan merek-merek besar dunia, gagal menghentikan suplai minyak sawit dari pemasok yang terlibat dalam deforestasi”.

“Wilmar, GAR, Musim Mas, dan Apical semuanya telah terungkap menerima minyak sawit dari setidaknya satu pemasok yang memiliki perkebunan kelapa sawit ilegal di dalam cagar alam yang dilindungi. Kami tahu bahwa pelanggaran kebijakan ‘Nol Deforestasi, Nol Pembukaan Lahan Gambut, dan Nol Eksploitasi (NDPE)’ yang didokumentasikan oleh investigasi RAN hanyalah puncak dari kegagalan perusahaan dagang ini beserta klien mereka seperti Nestlé, Mondelēz dan Procter & Gamble”.

Perusahaan-perusahaan ini harus segera bertindak untuk mengatasi krisis perusakan hutan hujan illegal di Kawasan Ekosistem Leuser,” tukas Gemma.

Pemulihan lahan

Gemma Tillack menambahkan, untuk pertama kalinya, perusahaan merek raksasa dunia Procter & Gamble berkomitmen bekerja sama dengan pemasoknya memastikan perkebunan ilegal dikembalikan ke SM Rawa Singkil, serta memulihkan lahan yang terdampak.

“Kami menyambut komitmen ini sambil menunggu dan melihat hasil nyata komitmen tersebut,” sebut Gemma Tillack.

BACA: Pemantauan Ekosistem Leuser Berbasis Komunitas Digelar di Takengon

SM Rawa Singkil menjadi habitat utuh terakhir yang tersisa bagi orangutan Sumatera, harimau, badak, dan gajah yang terancam punah dan merupakan salah satu lansekap prioritas konservasi di dunia karena vegetasi hutan lahan gambut yang kaya karbon.

Hutan gambut ini akan melepaskan emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar ketika dibuka dan dikembangkan untuk perkebunan kelapa sawit.

Kasus perkebunan ilegal di dalam kawasan SM Singkil ini menjadi penting karena diketahui bahwa setidaknya ada 750 hektare lebih perkebunan ilegal yang masuk ke dalam kawasan cagar alam yang harus diidentifikasi, dinonaktifkan dan dipulihkan. (*)