Gus Falah
Nasyirul Falah Amru (ANTARA/HO-Dok. Gus Falah)

ACEHSATU.COM Sekum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) menegaskan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri tidak pernah menerapkan apartheid di Aceh.

“Menyebut KTP Merah Putih di Aceh dulu itu dengan Apartheid, menunjukkan mas Dandhy asal bunyi. Karena KTP Merah Putih dengan Apartheid sangat berbeda,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (6/4/2023).

Penegasan itu disampaikan Gus Falah merespon cuitan Jurnalis Investigasi Dandhy Laksono, yang menyebut Megawati Soekarnoputri memberlakukan ‘Apartheid Ala NKRI’ di Aceh.

Sebelumnya, dalam cuitannya di Twitter, Dandhy mengungkit kebijakan Megawati saat menangani konflik di Aceh. Ketika menjabat Presiden, Megawati menerapkan Darurat Militer di Aceh pada 2003.

Megawati juga mengganti ukuran dan warna Kartu Tanda Penduduk (KTP) masyarakat Aceh menjadi ‘Merah Putih’. Dandhy pun menyebut kebijakan itu sebagai ‘Apartheid ala NKRI’.

Anggota DPR itu menjelaskan kebijakan KTP Merah Putih di Aceh pada masa Darurat Militer 2003 adalah untuk mengeliminasi kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang kala itu masih ingin memisahkan Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kata dia, hal itu merupakan bagian dari upaya pemerintahan Presiden Megawati untuk menumpas GAM yang ketika itu masih memberontak.

“Jadi, KTP Merah Putih itu untuk memisahkan warga yang pro NKRI dan anti separatisme, dari kelompok anti NKRI dan pro separatis, pada masa itu,” ungkap Gus Falah.

Sedangkan, lanjut Gus Falah, Apartheid adalah sistem undang-undang yang memisah-misahkan warga berdasarkan ras atau warna kulit, dalam hal ini antara warga kulit putih dan kulit hitam di Afrika Selatan.

Berdasarkan kebijakan ini, pemerintahan Afrika Selatan yang saat itu didominasi kulit putih memberlakukan sistem pemisahan ras dengan tujuan memperoleh hak-hak istimewa, yang tak bisa diperoleh warga non kulit putih.

“Nah, maka sangat berbeda antara KTP Merah Putih dengan Apartheid. KTP Merah Putih sama sekali tidak memisah-misahkan masyarakat Aceh berdasarkan ras, juga tidak berbasiskan etnis maupun agama. Itu hanya untuk kebutuhan administratif dalam konteks melindungi warga yang pro NKRI pada masa itu,” katanya menegaskan. (*)