https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

MaTA
Koordinator MaTA, Alfian kritisi

Kasus Pembangunan Wastafel

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH — Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendukung penuh langkah Polda Aceh dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pembangunan wastafel di sekolah sekolah di Aceh.

“Awalnya MaTA sudah pernah mempertanyakan kenapa sampai ada pembangunan tersebut karna semua sekolah sebelumnya sudah ada tempat cuci tangan bagi siswa dalam rangka pencegahan covid-19,” kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian kepada ACEHSATU.com, Jumat (26/2/2021).

Menurut Alfian, yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh seharusnya memastikan sekolah mana saja yang masih ada kekurangan fasilitas dan itu yang perlu diinteversi pembangunannya baik berupa rehabilitasi atau rekontruksi tempat cuci tangan tersebut.

Namun faktanya, sambug Alfian, pembangunan yang dibangun tidak sempurna dan pihak sekolah ada yang belum dapat memanfaatkannya.

Dikatakan, ada juga pihak sekolah mengeluarkan biaya sendiri agar tempat cuci tangan yang sudah dibangun tersebut dapat di fungsikan.

Padahal pemerintah melalui Dinas Pendidikan Aceh sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp 41.2 miliar untuk pembangunan tersebut dengan skema anggaran refocusing 2020.

“Jadi kami menilai langkah Polda Aceh untuk memastikan pembangunan tersebut tidak ada unsur korupsi sudah sangat tepat dan MaTA berharap dalam penyelidikan dan penyidikan terhadap indikasi korupsi yang sedang dilidik adanya kepastian hukum apabila ditemukan unsur korupsinya,” kata Alfian.

Dalam pengungkapan kasus ini, MaTA menilai sangat mudah untuk melihat kasusnya dan pihaknya percaya Polda mampu mengungkapkan, mulai dari perencanaan, penganggaran dan pembagunannya sehingga siapan pun pihak yang diduga terlibat tidak lolos atau apabila ada penerima aliran dananya juga dapat diungkap secata tuntas.

Ditambahkan, pandemi covid-19 adalah bencana nasional, jadi siapan pun melakukan korupsi terhadap anggaran pandemi dapat dijerat dengan hukuman mati sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Hal itu telah diatur soal kemungkinan penerapan pidana mati terhadap kasus korupsi dalam keadaan tertentu.

“MaTA sendiri konsisten mengawal pengusutan kasus tersebut sehingga ada rasa keadilan dan kepastian hukum terhadap pelaku kejahatan luas biasa tersebut,” demikian Alfian. (*)