MaTA Desak PUPR RI Tinjau dan Selesaikan Pembangunan Mangkrak Bersumber APBN di Aceh

sejumlah pembangunan yang harusnya dapat digunakan dan dimanfaatkan itu harus mangkrak alias tidak selesai yang membuat kerugian besar bagi rakyat Aceh
MaTA
Koordinator MaTA, Alfian kritisi

ACEHSATU.COM | Banda Aceh – Permasalahan terhadap pembangunan yang lama mangkrak di Aceh yang bersumber APBN, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menduga ada masalah serius di perencanaan dan sistem kelola pengadaan barang dan jasa pada Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK) wilayah Aceh.

Hingga saat ini sejumlah pembangunan bersumber dari APBN tahun 2021 dan 2022 bermasalah dan mangkrak. 

Koordinator MaTA, Alfian mengungkapkan sejumlah pembangunan yang harusnya dapat digunakan dan dimanfaatkan itu harus mangkrak alias tidak selesai yang membuat kerugian besar bagi rakyat Aceh.

“Kami sudah melakukan penelusuran ke lapangan dan melakukan tracking melalui sistem elektronik. Kami menduga ada masalah serius di perencanaan dan sistem kelola pengadaan barang dan jasa, sehingga berimplikasi pada pelaksanaan di lapangan,” sebut Alfian dalam keterangan tertulis, Rabu (8/2/2023).

Dari hasil penelusuran pihaknya, didapati sejumlah bangunan anatara lain rehabilitasi bendungan daerah irigasi Krueng Pasee Kabupaten Aceh Utara, dengan pagu anggaran Rp. 56 miliar dan Hasil Perkiraan Sendiri (HPS) Rp 56 miliar.

Sedangkan nilai kontrak hanya Rp. 44,8 miliar atau terdapat selisih 20 persen dari HPS, yaitu sebesar Rp. 11,2 miliar bersumber dari APBN 2021 yang dimenangkan PT. Rudy Jaya di Jawa Timur.

Namun, sebut Alfian, fakta di lapangan pengerjaan itu baru dilakukan 35 persen dan seharusnya selesai di Desember 2022 yang mengakibatkan petani gagal panen akibat kekeringan berkepanjangan pada saat itu.

“Parahnya lagi, Kemeterian PUPR RI dan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK) yang berkantor di Aceh tidak melakukan langkah apapun dalam mempercepat pembagunan irigasi tersebut, mareka tidak bertangung jawab,” tegas Alfian.

Dampaknya yang terjadi di sembilan kecamatan, yaitu terhadap petani sawah seluas 11.000 Hektar yang menggantungkan harapan terhadap percepatan rehabiltasi bendungan itu, seperti Kecamatan Syamtalira Bayu, Samudera, Meurah Mulia, Tanah Luas, Nibong, Tanah Pasir, Syamtalira Aron, Matangkuli dan Kecamatan Blang Mangat di Kota Lhokseumawe.

Kemudian, sebut Alfian, pembangunan rumah susun Institut Agama Islam Al Aziziyah (Kampus Putri) dimana pagu anggaran Rp. 4.828.440.000; dan HPS Rp.4.828.440.000;.

Sedangkan nilai kontrak Rp.3.862.752.000; dengan selisih 20 persen dari HPS atau Rp.965.688.000 bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. Ramai Jaya di Kota Banda Aceh.

“Fakta lapangan, progres pekerjaan baru dikerjakan baru 66,67 persen. Fisik dan keuangan yang sudah dicairkan 31.03 persen dan saat ini pembagunannya mangkrak, yang berlokasi di Kabupaten Biereun,” ungkap Alfian.

Lalu, pembangunan rumah susun Ponpes Darul Ihsan Tgk. H Hasan Krueng Kalee  di Aceh Besar dengan pagu anggaran Rp.3.526.524.000; dan HPS Rp.3.526.524.000;.

Sedangkan nilai kontrak Rp.2.970.417.000; dengan selisih antara HPS sebesar 16 persen atau Rp.556.107.000; yang anggarannya bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV. Asolon Utama di Kota Banda Aceh.

Yang terjadi, kata Alfian, progress pekerjaan baru dikerjakan 31,82 persen fisik dan 37,08 persen keuangan yang telah dicairkan kepada pihak rekanan. 

Keempat, pembangunan rumah susun Pondok Pesantren Darul Munawwarah di Pidie Jaya dengan pagu Rp.3.412.024.000; dan HPS Rp. 3.412.019.000; sedangkan nilai kontrak Rp. 2.729.615.200; dengan selisih antara HPS sebesar 20 persen atau Rp. 682.403.800; bersumber dari APBN 2022 dan dimenangkan oleh CV. Tsaraya di Aceh Timur.

Fakta di lapangan, progress pekerja baru 31,82 persen fisik dan keuangan yang sudah diterima 38,58 persen. Terakhir, pembangunan rumah susun Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Ummul Ayman di Bireuen dengan pagu anggaran Rp.4.828.440.000;  dan HPS 4.823.835.000;.

Sedangkan nilai kontrak Rp.3.862.752.000; jadi selisih antara HPS dengan Nilai Kontrak adalah sebesar 20 persen atau Rp.965.688.000; yang bersumber dari APBN 2022. Pekerjaan ini dimenangkan oleh CV Raja Muda di Aceh Utara.

Tapi, proses pengerjaan baru dikerjakan 35,23 persen fisik dan 54,60 persen keuangan yang telah di terima oleh pihak rekanan di Kabupaten Bireuen.

Untuk itu, MaTA meminta secara tegas kepada kementerian PUPR RI untuk menyelesaiakan segera pembangunan tersebut, melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap sistem dan manajeman atas keberadaan Balai Pelaksana Pemilihan Jasa Kontruksi (BP2JK) wilayah Aceh, serta memastikan terhadap volume yang telah dibangun sesuai dengan volume kontrak.

“Bagi penerima mafaat atas pembagunan tersebut diharapkan untuk tetap melakukan pengawasan dan MaTA konsisten dalam mendorong tata kelola sestem pengadaan barang dan jasa yang lebih baik tanpa terjadinya komimen fee sehingga melahirkan pembagunan yang bekualitas dan tidak terjadinya pontensi korupsi,” pungkas Alfian.