ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Sebuah informasi mengejutkan terungkap dari Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) Banda Aceh. Hal ini mengenai tata kelola sejumlah alat kesehatan yang tersedia di Badan Layanan Umum milik Pemerintah Aceh tersebut.
Dari sejumlah alat kesehatan yang dimiliki RSUZA, satu di antaranya yakni alat cuci darah atau yang disebut hemodialisis, dilaporkan telah teronggok alias tidak difungsikan meski sudah tersedia sejak dua tahun terakhir.
Hal ini diketahui saat kegiatan kunjungan kerja Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) ke Instalasi Gawat Darurat RSUZA pada Rabu (24/3/2021).
Alat cuci darah tersebut merupakan alat kesehatan produksi Jerman dengan merek B BRAUN, yang ideal per harinya, dilaporkan mampu melayani sekitar delapan puluh pasien cuci darah.
Persoalan muncul bukan disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia di lingkungan RSUZA untuk mengoperasikan alat bantu bagi penderita gangguan ginjal yang membutuhkan cuci darah atau hemodialisis.
Berdasarkan klarifikasi ke sejumlah sumber, disebutkan bahwa manajemen baru RSUZA Banda Aceh bahkan telah merencanakan agar alat kesehatan yang sangat dibutuhkan tersebut untuk bisa diefektifkan pemanfaatannya.
Sementara dalam melayani kebutuhan pasien cuci darah, selama ini pihak RSUZA hanya mengandalkan satu alat yang diketahui bermerek Fresenius. Pengoperasian dialyzer yang juga merek asal Jerman itu dilakukan dengan cara Kerjasama Operasi (KSO) antara RSUZA dengan Fresenius.
Hal yang sama juga akan berlaku jika saja hemodialisis atau alat cuci darah lainnya bermerek B BRAUN turut dioperasikan di RSUZA Banda Aceh.
Namun pemanfataan alat tersebut tak kunjung terjadi. Sekalipun manajemen baru RSUZA berencana menempuh kebijakan untuk pengoperasian alat cuci darah B BRAUN, namun anehnya rencana kebijakan tersebut justru memperoleh penentangan dari segelintir pihak tertentu.
Penentangan itu sendiri bukan baru terjadi kali ini saja. Jauh hari sejak alat cuci darah B BRAUN ditempatkan di RSUZA yakni sekitar dua tahun belakangan, pihak yang sama juga disebutkan selalu ngotot agar alat kesehatan tersebut tidak memperoleh persetujuan pengoperasian.
Padahal dari sisi perbandingan kualitas antara kedua alat bantu cuci darah tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa keduanya memiliki kualitas yang cenderung sama.
Bahkan untuk hal tertentu, alat cuci darah B BRAUN memiliki kualitas kerja yang lebih dapat diandalkan.
Hal ini diperoleh berdasarkan konfirmasi ke pihak terkait di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang memilih mengoperasikan kedua alat kesehatan tersebut dalam melayani kebutuhan pasien cuci darah.
Lalu siapa dan apa alasan di balik sikap ngotot pihak tertentu di RSUZA yang menghentikan pengoperasian alat cuci darah tersebut?
Simak laporan selanjutnya…(*)