Ketika Kehilangan Legitimasi

DALAM kajian ilmu politik legitimasi sangatlah penting. Sebab dari sanalah kita dapat menilai apa seorang pemimpin itu diakui keberadaannya oleh rakyat atau sebaliknya.

ACEHSATU.COM – Dalam kajian ilmu politik legitimasi sangatlah penting. Sebab dari sanalah kita dapat menilai apa seorang pemimpin itu diakui keberadaannya oleh rakyat atau sebaliknya.

Gaetano Mosca (dalam Haryanto, 2005:145) mengatakan bahwa pengakuan terhadap elit yang memiliki legitimasi adalah terdapatnya suatu keyakinan yang menunjukkan mengapa ‘the rullers’ (pemimpin atau penguasa) dipatuhi kepemimpinannya.

Pemimpin atau aturan yang keluar dari pemimpin akan dipatuhi jika pemimpin tersebut memiliki legitimasi.

Bagaimana jika ia (seorang pemimpin) tidak memiliki legitimasi? Apa yang akan terjadi?

Banyak pemimpin politik di dunia ini yang kehilangan legitimasinya. Meskipun secara legality ia masih memegang tampuk pimpinan. Katakanlah ia masih menjabat sebagai presiden sebuah negara.

Menurut Asyari Usman (wartawan senior) untuk mengukur legitimasi kekuasaan, tidak perlu belajar sampai larut malam. Kalau Anda seorang kepala rumah tangga, amati saja apakah “rakyat” di rumah Anda masih respek kepada Anda.

Kalau mereka hormat, dalam arti menghargai dan rela mengikuti bimbingan Anda, itu pertanda legitimasi Anda di lingkungan keluarga masih tinggi.

Begitu pula jika Anda seorang direktur atau pengurus sebuah organisasi. Pola yang sama dapat menjadi ukuran bagaimana tingkat legitimasi Anda miliki.

Legitimasi itu memang tidak terlihat. Namun ia mempunyai pengaruh yang kuat dalam atmosfer kepemimpinan.

Ada seorang pejabat yang memiliki kewenangan besar dalam mengambil keputusan penting. Akan tetapi setelah diputuskan ternyata di level bawah tidak seorang pun yang mematuhinya. Ini menandakan legitimasi sang pejabat benar-benar tidak ada lagi. Kendatipun ia puncak pimpinan.

Pembangkangan semacam itu sering terjadi dalam macam organisasi, terlebih organisasi partai politik di Indonesia. Banyak kader yang tidak puas dan bahkan merasa telah menjadi korban kesewenang-wenangan, keluar dengan mendirikan partai politik baru.

Sehingga soal legitimasi ini jangan dipandang remeh, apalagi diremehkan.

Presiden Soeharto tumbang dari kursi RI 1 diawali dengan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinannya.

Lalu ketidakpercayaan itu terakumulasi menjadi sebuah gerakan sipil atau pembangkangan sipil terhadap seluruh kebijakan dan keputusan yang ia ambil.

Kemudian tepat pada waktunya Soeharto pun dipaksa lengser dari Presiden Republik Indonesia. Padahal secara legality Soeharto memiliki keabsahan yang kuat.

Sehingga bila ia mau, maka bisa saja dia menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk meredam atau menghalau pihak-pihak yang menentang kekuasaannya.

Begitulah bila legitimasi sudah tercabut dari kepemimpinan yang kita jalankan. Maka semuanya dianggap angin lalu dan mereka (orang yang dipimpin) tidak lagi peduli apa yang kita (norma-norma) gariskan.

Beberapa penyebab seorang pemimpin bisa kehilangan legitimate nya adalah soal distrust (kehilangan kepercayaan).

Kepercayaan sangat mahal harganya. Karena ia terbentuk dengan proses yang sangat panjang dan memakan waktu lama. Didalam membangun kepercayaan memerlukan konsistensi dan keikhlasan.

Maka dengan memudarnya legitimasi berarti pula tingkat kepercayaan yang kita miliki semakin rendah.

Guna menumbuhkan kepercayaan, seseorang diuji dengan perilaku kesesuaian antara perkataan dan perbuatannya. Ini yang dinamakan konsisten dalam bersikap.

Sikap yang terlihat plin plan atau inkonsistensi semakin meningkatkan lunturnya legitimasi tersebut. Mestinya seorang pemimpin perlu menjaga hal itu agar ia menjadi seseorang yang dapat dipercaya.

Lantas pertanyaan selanjutnya yaitu apakah legitimasi dapat dipulihkan?

Jawabannya bisa. Konon taubat saja bisa apalagi legitimasi. Akan tetapi tidak semudah dan secepat membalikkan telapak tangan. Apalagi bila tingkat kepercayaan rakyat sudah pada titik nol.

Caranya adalah dengan melakukan rekonsiliasi. Untuk ini diperlukan sikap jiwa besar untuk mengakui kesalahan secara ksatria. Dan ini tidak banyak orang yang mampu mengalahkan ego dirinya sendiri.

Tapi setidaknya patut dicoba. Selamat mencoba. (*)

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.