Ketika Dinding Rumah Besar Itu Mulai Retak

Rakyat merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh. Malah sebaliknya, rakyat disuguhi dengan daftar bermacam tagihan yang mencekek leher mereka.

ACEHSATU.COM – Rumah dalam fungsinya adalah tempat kita berteduh, beristirahat, dan beribadah.

Sebagai tempat berteduh, rumah harus memiliki sesuatu yang dapat melindungi penghuninya dari ancaman apapun.

Misalnya dari ancaman dinginnya malam dan teriknya matahari pada musim panas.

Sebagai tempat beristirahat maka rumah harus dilengkapi dengan fasilitas yang dibutuhkan oleh pemiliknya untuk rehat, tidur, atau sekedar melepaskan lelah.

Yang tak kalah penting fungsi rumah bagi manusia adalah tempat di mana mereka bertemu dengan Tuhan nya melalui ritual ibadah. Dan itu dapat dilakukan di rumah.

Sehingga jelas perbedaan antara rumah yang dihuni oleh manusia dengan kandang yang isinya hewan. Semisal kandang banteng.

Jika kandang banteng maka tidak perlu ada fasilitas ibadah sebagai tempat untuk bermunajat kepada Allah Swt, tidak ada Tuhan Yang Maha Tinggi selain Dia.

Dalam ruang lingkup yang lebih besar, rumah tidak hanya bermakna harfiah secara sempit yang dihuni oleh sebuah keluarga.

Namun rumah dapat juga dipandang sebagai sebuah negara seperti halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

NKRI adalah rumah besar rakyat Indonesia. Rumah yang dihuni oleh 271 juta rakyat, mulai dari Sabang hingga pulau Rote.

Di rumah ini, sejak era pos kemerdekaan, masyarakat beragam perbedaan hidup bersama dan saling berdampingan.

Rukun dalam perbedaan, damai dalam peribadatan. Tidak konflik antar suku dan agama.

Kalau pun ada riak-riak keributan, itu hanya sebatas cek cok rumah tangga. Hal itu biasa terjadi di negara mana pun sebagai sebuah dinamika.

Tetapi semangat membangun kebersamaan lebih kuat daripada melebarkan jarak.

Maka tidak heran jika dunia mengenal Indonesia sebagai negara yang sangat kental toleransi.

Warganya saling menghargai satu sama lain sebagai sesama anak bangsa. Negeri yang rukun dan damai.

Namun tidak demikian halnya dengan kondisi saat ini.

Sejak memasuki orde reformasi semuanya berubah secara drastis. Kebebasan baru pun datang.

Pada awalnya era reformasi disambut dengan penuh suka cita dan optimis.

Rakyat Indonesia mulai biasa berbicara secara bebas tanpa takut dikriminalisasi oleh penguasa sebagaimana terjadi pada era sebelumnya.

Indonesia menjadi negara demokrasi terbesar dunia karena melindungi hak-hak berbicara setiap warga negaranya pada era reformasi.

Hingga selanjutnya rakyat terus bergerak untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Negara Republik Indonesia seiring dengan upaya pemerintah memperbaiki sistem ketatanegaraan untuk menjamin keadilan sosial sebagai pilar kekuatan bangsa.

Dalam konteks kerukunan dan kebhinekaan pun pemerintah masih mampu menjaga secara baik.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memimpin pemerintahan selama 10 tahun dapat menjalankan amanah rakyat dengan baik.

Berbagai kemajuan dapat dicapai berkat kerja keras seluruh komponen bangsa. Meskipun terdapat pula program-program yang gagal terlaksana atau mangkrak.

Tetapi secara keseluruhan pemerintahan SBY dinilai berhasil.

Tetapi era setelah SBY berbeda. Kendati masih di rumah yang sama namun sang majikan sudah berganti.

Rumah besar NKRI sekarang diliputi banyak masalah. Masalah tidak hanya datang dari luar bahkan banyak pula masalah yang muncul dari dalam negeri.

Perihal paling mendasar yang melilit bangsa Indonesia sekarang adalah soal demokrasi yang semakin memburuk, tidak tegaknya hukum dan keadilan, perekonomian, konflik politik, dan ancaman intoleransi dalam kerukunan beragama atau isu SARA.

Sebagai negara kesatuan, rumah besar Indonesia sebenarnya diikat oleh ideologi kebangsaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang beradab, dan keadilan sosial yang dijamin oleh undang-undang. Itulah sebagai perekat yang memperkokoh rumah NKRI.

Artinya falsafah hidup bersama yang saling bergandengan tangan sebagai anak bangsa tersebut sangat mempengaruhi semakin kuatnya negara ini atau sebaliknya.

Faktanya hari ini rumah besar NKRI mengalami guncangan hebat dan terancam cerai berai.

Konflik vertikal dan horizontal pun terjadi terutama terhadap rezim dan ormas yang mengakibatkan perpecahan.

Pemerintah dan partai pendukung telah memposisikan diri sebagai penguasa atas hak-hak rakyat. Merasa punya hak untuk mengatur segalanya sesuai selera.

Bersikap antikritik dan cenderung mencurigai rakyatnya sendiri yang berbeda pendapat sebagai pihak antipemerintah.

Alhasil mereka diperlakukan secara tidak wajar oleh kekuasaan dan mengalami diskriminasi sebagai warga negara.

Padahal NKRI adalah negara hukum dan bukan negara kekuasaan.

Inilah sebab musabab yang memunculkan gangguan keharmonisan dalam hubungan.

Rakyat merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya diperoleh. Malah sebaliknya, rakyat disuguhi dengan daftar bermacam tagihan yang mencekek leher mereka.

Celakanya, mereka pun tidak tahu harus mengadu kepada siapa agar penderitaannya didengar dan diselesaikan.

Sedangkan perwakilan mereka sudah terlena dengan sejuknya ruangan gedung senayan. Tertidur dengan impian mereka menikmati fasilitas kekuasaan yang diamini oligarki.

Catatan: Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Yunani untuk “sedikit” dan “memerintah”. (wikipedia).

Penutup untuk notes kali ini adalah rumah besar NKRI hampir tidak dapat lagi menjadi rumah yang nyaman untuk berteduh, sebab dinding-dindingnya kini mulai rapuh dan retak. Ini pertanda tidak lama lagi akan runtuh bila tidak segera diatasi dan perbaiki.

Bersambung…

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.