Kemakmuran dan Kemiskinan di Kabupaten Pidie Jaya

Oleh: Dr. Zainuddin, SE,M. Si* ACEHSATU.COM – Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh merupakan pecahan dari kabupaten Pidie sebagai induknya. Kabupaten Pidie Jaya terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari 2007, yang terdiri dari 8 kecamatan, 34 mukim, dan 222 gampong. Delapan (8) kecamatan tersebut meliputi; Bandar Baru, Pante Raja, Trienggadeng, Meureudu, … Read more

Oleh: Dr. Zainuddin, SE,M. Si*

ACEHSATU.COM – Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh merupakan pecahan dari kabupaten Pidie sebagai induknya. Kabupaten Pidie Jaya terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007, pada tanggal 2 Januari 2007, yang terdiri dari 8 kecamatan, 34 mukim, dan 222 gampong. Delapan (8) kecamatan tersebut meliputi; Bandar Baru, Pante Raja, Trienggadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Jangka Buya, dan Kecamatan Bandar Dua.

Adapun semangat dibentuknya daerah otonomi baru adalah salah satu yang paling utama untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat hingga tercipta tingkat kesejahteraan bagi penduduknya.

Diawal awal pembentukan kabupaten Pidie Jaya disambut gembira dan bahagia oleh masyarakat dari delapan kecamatan yang termasuk kedalam wilayahnya dan juga kabupaten induk dengan legawa melepaskan menjadi daerah otonom baru, apalagi nama kabupaten tetap terakomodasi kelompok Pidie (Pidie Jaya).

Masyarakat pada umumnya dan termasuk saya merasa sangat bahagia karena kita berfikir inilah saatnya untuk masyarakat yang ada didelapan kecamatan tersebut mendapatkan pelayanan yang prima dan akan dapat dengan cepat menuju kesejahteraan yang sudah lama diidamkan (maaf, masyarakat didelapan kecamatan ini kebanyakan hidup miskin), sehingga dengan penuh antusias masyarakat mendukung sekali keberadaan pemerintahan kabupaten ini.

Dengan disahkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2007 sebagai pertanda terbentuknya kabupaten Pidie Jaya, maka mulailah dibangun pembangunan fisik untuk kantor-kantor pemerintahan, mungkin dengan berbagai pertimbangan para elit saat itu dipilihlah lokasi pembangunan kantor bupati ditengah-tengah sawah yang berjarak lebih kurang 800 meter dari jalan nasional di kecamatan Meureudu sebagai ibu kota kabupaten.

Tercetus pula ide membangun jalan layang penghubung menuju kantor bupati dari jalan nasional dan menjadi yang pertama di Aceh (meugah lah saat itu), kenapa dipilih jalan layang mungkin mereka mengasumsikan bahwa agar persawahan yang ada tidak rusak dan itu pikiran pada saat itu.

Nah disini pertama muncul masalah sebenarnya (menurut saya), karena pembangunan fisik diputuskan dibangun dengan mengorbankan area produktif dan asumsi bahwa sawah bisa dipertahankan menjadi tidak relevan karena sawah tetap rusak.

Sebenarnya, dalam kacamata ekonomi untuk pembangunan fisik untuk daerah otonomi baru bisa diadopsi teori lokasi bila tujuannya menciptakan kesejahteraan rakyat bukan hanya sekedar membangun agar terlihat hebat, karena bila dilihat bergeser sedikit lagi ke selatan sudah ada area yang tinggi bukan sawah (perbukitan) sebagai tempat pembangunan fisik gedung pemerintahan. Dan apabila itu dilakukan area sawah sebagai tempat bercocok tanam akan tetap tersedia.

Apa kepentingan dan relevansinya mengadopsi teori lokasi untuk membangun pembungan fisik, karena ketersediaan area produktif bagi masyarakat baik dalam waktu pendek maupun dalam waktu panjang amat dibutuhkan, apalagi hampir seluruh masyarakat disekeliling tempat pembangunan tersebut berprofesi sebagai petani.

Sehingga, apa yang terjadi hampir seluruh pesawahan sepanjang jalan nasional diuruk atau ditimbun untuk dibangun pembangunan fisik, maka terlihat nikmatnya sebentar bagi masyarakat menikmati dana ganti rugi dengan konsumsi mereka seperti pembisnis, padahal mereka hakikatnya sebagai petani yang belum modern.

Bagaimana sekiranya diadopsi teori lokasi dalam membangun Kabupaten Pidie Jaya, yaitu pemangku kepentingan harus merencanakan area pembangunan kedalam empat bagian 1) area perkantoran, 2) area bisnis sentral, 3) area pertanian, dan 4) area pemukiman/mungkin ini sudah ada perkampungan.

Area perkantoran harusnya dibangun ditempat yang tidak produktif dan dengan begitu sebenarnya juga terjadi perluasan daya jangkau/perluasan kota. Untuk area bisnis sentral barangkali sudah terbentuk sebelumnya berupa pasar-pasar di kecamatan, dan yang sangat penting yang harus dilakukan adalah jangan mengganggu area sawah yang ada (kecuali sangat mendesak) karena dalam teori ekonomi penduduk itu bertambah ibarat deret ukur sedangkan lapangan pekerjaan atau kemampuan menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan berkembang ibarat deret hitung.

Nah, dari sisi pembangunan awal saja menurut analisis saya sudah kurang relevan dengan semangat peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat, dan ini mungkin hanya sebagai cerita masa lalu saja karena tidak akan mungkin lagi kita mengubahnya.

Dalam perjalanannya mulai dibentuk hingga sekarang yang terjadi di Pidie Jaya dalam amatan ada pergerakan yang terjadi.

Pergerakan positif yang terjadi adanya tercipta kemakmuran minimal bagi pekerja formal alias ASN dan adanya pusat politik tingkat dua yaitu badan DPRK yang notabene tersedia uang aspirasi yang dihabiskan di Pidie Jaya, positifnya lagi adanya pelayanan yang tadinya ke kota Sigli sekarang cukup ke kota Meureudu.

Selanjutnya, mungkin ada tindakan cepat dan tepat dalam penanganan permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, dan terhadap penciptaan lapangan pekerjaan diluar pekerjaan formal sebagai ASN belum terlihat secara signifikan (ini bisa dipublikasi lebih lanjut agar tampak ada) selain efek tadi dan sangat kecil dari sudut peningkatan ekonomi rakyat dengan bukti bahwa Pidie Jaya belum mampu secara signifikan dapat menurunkan persentase tingkat kemiskinan.

Berikut angka kemiskinan hingga tahun 2019 di Pidie Jaya pada gambar di bawah ini:

Grafik tingkat kemiskinan penduduk di Pidie Jaya tahun 2019

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelakan bahwa hingga tahun 2019 penduduk miskin di Pidie Jaya berkisar sebesar 21,28 persen dari jumlah penduduknya.

Dengan demikian, merasa harus disoroti strategi atau kinerja dari pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan, karena dengan tingkat kemiskinan diatas 20 persen itu sangat renta bahwa ada yang hidup dalam keadaan menyedihkan barang kali (semoga tidak ada).

Fenomena ini juga mencerminkan tujuan utama pembentukan kabupaten untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi tidak relevan.

Pemerintah Pijay juga sebenarnya harus bisa mendata dari sekian persen penduduk miskin yang masuk kedalam miskin absolut dan miskin relatif itu berapa persen.

Sehingga, dengan memiliki data seperti itu, maka dengan sendirinya dapat disusun rencana-rencana penanggulangannya.

Saya yakin terhadap kemampuan pemangku kepentingan yang ada di Pijay melahirkan ide-ide dan konsep-konsep pembangunan yang berpihak kepada rakyat.

Namun, bolehlah saling mengingatkan karena dibanyak tempat dan banyak di media aparatur yang mengelola dana atau program terjebak pada malpraktek (bahasa lain dari korupsi), dan bila sudah terjadi malpraktek didalam kegiatan pemerintahan maka dengan sendirinya peningkatan kesejahteran rakyat juga menjadi sulit terwujud.

Apa itu malpraktek dalam kegiatan pemeritahan yang harus dihindari, yaitu kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Bila KKN terjadi dikegiatan pemerintahan, maka output nya hanya asap kenderaan dan pesta serimonial belaka dan penguasaan sumber daya hanya oleh beberapa keluarga saja.

Dengan demikian, saran saya didalam membangun haruslah memiliki narasi ilmiah (atau harus sesuai dengan teori) yang kuat dan penyelengaranya harus meminjam konsep agama, yaitu harus ikhlas. Ikhlas yang dimaksud adalah konsumsi saja yang haknya dan jangan pernah berpikir untuk meraih yang bukan hak.

Jika model pembangunan sesuai teori dan dilakukan dengan konsep ikhlas oleh penyelenggara pemerintahan Insya Allah dalam waktu dekat Pidie Jaya menjelma menjadi kabupaten yang makmur dan adil di republik ini.

Pada akhirnya, itulah sekulumit cerita kemakmuran (bahagia) dan kemiskinan (sengsara) di Pidie Jaya yang masih tergolong muda usia otonominya. Dan bila seluruh potensi digerakan dan dikoordinasi dengan model ikhlas maka yang ada di Pijay adalah cerita bahagia.

Akhirnya saya sebagai putra Pidie Jaya mengucapkan mohon maaf lahir dan batin selamat berhari raya walaupun dalam suasana pandemi. Wassalam. (*)

Penulis: Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Serambi Mekah (USM) Aceh dan Putera Pidie Jaya

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.