Kebijakan Melarang Berkerumun Ibarat Buah Simalakama

Pada satu sisi upaya pencegahan migrasi covid 19 dengan melarang masyarakat untuk berkurumun dapat dimaklumi dengan alasan memutus mata rantai keterpaparan virus.
Kebijakan Melarang Berkerumun
Dr. Zainuddin, SE., M.Si. HO/ACEHSATU.com

Kebijakan Melarang Berkerumun Ibarat Buah Simalakama

Oleh: Dr. Zainuddin, SE., M.Si.

ACEHSATU.COM Sifat manusia yang cenderung ingin bersama-sama diantara mereka dan berdiskusi apa-apa saja, baik dalam tema serius maupun hanya sekedar menghabiskan waktu luang demi kesenangan.

Namun, sering diturunkan bala berupa wabah Covid-19, hal tersebut menjadi sesuatu yang harus dihindari karena menurut ilmu medis (yang setuju) bahwa migrasi virus lebih mudah terjadi diantara manusia yang berkurumanan, baik kerumunan dalam kapasitas yang banyak maupun kerumunan yang bervolume kecil.

Jadi, hampir seluruh tingkatan kepemimpinan berlomba-lomba membuat himbauan kepada masyarakat agar tidak berkurumun hingga ancaman dikenakan sanksi bila melakukan.

Pada satu sisi upaya pencegahan migrasi covid 19 dengan melarang masyarakat untuk berkurumun dapat dimaklumi dengan alasan memutus mata rantai keterpaparan virus.

Kenapa begitu konsen upaya pemangku kepentingan menitikberatkan pada pemutusan migrasi virus karena memang terbukti virus covid 19 merupakan ancaman nyata terhadap kehidupan umat manusia di era modern sekarang yang belum ada obat untuk mengatisipasinya.

Sehingga, patut kiranya masyarakat mendukung kebijakan yang dilakukan oleh pemimpin pada semua tingkatan demi bisa meminimalisir keterpaparan virus yang dimaksud, dan dukungan ini hendaknya diaktualisasikan secara nyata oleh masyarakat apabila ingin mata rantai covid 19 itu sendiri bisa diputuskan.

Begitu juga tentang arus manusia dari kota ke kota dan dari provinsi ke provinsi hingga internasional harus jelas kebijakannya, dan apabila tentang hal ini tidak dilakukan sungguh menjadi sia-sia larangan kerumunan masyarakat karena arus manusia itu sendiri sebab itu juga berperan sebagai media penyebaran virus itu sendiri.

Disisi lain kerumunan dapat diartikan suatu aktifitas yang bisa dikatagorikan ke dalam aktifitas ekonomi yang menghasilkan berbagai personal manusia yang terlibat.

Dengan demikian, dapat dibayangkan apabila kerumunan itu bersifat aktifitas ekonomi dilarang secara formal tidak boleh dilakukan, maka sungguh ini sama dengan suatu ikhtiar menghancurkan secara nyata kehidupan masyarakat itu sendiri.

Kenapa hal tersebut bisa dikatagorikan sebagai tindakan penghancuran kehidupan masyarakat itu sendiri? Karena dengan jelas-jelas sumber pengahasilan masyarakat itu sendiri bersumber dari transaksi-transaksi yang menuntut kerumunan, seperti masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang yang menuntut kerumunan masyarakat dalam aktifitasnya.

Walaupun saat ini sudah ada aplikasi secara online tetapi kebanyakan usaha masyarakat masih konvensional alias perlu tatap muka langsung.

Oleh sebab itu, terlihat dengan jelas akibat kebijakan melarang kerumunan demi memutuskan mata rantai covid 19 berdampak pada pola kegiatan ekonomi masyarakat yang sudah terbiasa mendapatkan pendapatan dari aktifitas kerumunan masyarakat sangat terasa dampak negatifnya.

Namun, tidak dilarang kerumunan menurut ahli medis sangat berisiko terhadap keterpaparan covid 19 itu sendiri, maka keadaan ini sebenarnya ibarat memakan buah simalakama.

Artinya tetap berkerumun akan mengundang wabah lebih cepat menyebar dan tidak berkerumun harus siap hidup dengan penurunan ekonomi yang tajam alias bisa membludak menjadi serba kekurangan.

Bahkan hingga keadaan yang paling dahsyat yaitu paceklik bagi masyarakat itu sendiri, kalau disuruh pilih kepada masyarakat tentu tidak akan bisa untuk dipilih keadaan yang mana mereka mau.

Akan tetapi, bila kita menyakini bahwa kehidupan kita dialam dunia hingga akhirat sudah ada yang mengaturnya, yaitu sang maha kuasa Allah azawajalla tentu kita tidak disibukkan dengan keadaan seperti boleh atau tidak berkerumun.

Karena pada diri yang yang iman tauhidnya kuat itu sangat paham akan langkah, rejeki dan maut semua yang tau itu Allah dan kita hanya disuruh berikhtiar secara nyata dan sungguh-sungguh mencari ridho Nya termasuk keselamatan akan di dunia dan keselamatan di akhirat.

Jadi atas dasar pemikiran yang sederhana tetang keberadaan kita sebagai hamba semestinya tidak perlu ada larangan kerumunan tetapi yang perlu dilakukan memastikan upaya jaga jarak yang perlu diperketat, ya kira-kira si virus nggak sanggup loncatlah dari satu individu ke individu lain.

Sebenarnya yang perlu ditingkatkan adalah bagaimana rakyat bisa meningkatkan imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi yang harus pemimpin prioritaskan, seperti manjatahkan konsumsi daging, vitamin-vitamin dan lainnya secara terprogram ke setiap rumah tangga karena banyak para ahli medis menyatakan virus covid 19 dilawan dengan meningkatkan imun tubuh.

Ingat jangan sampai rasa takut mu terhadap keadaan dunia melebihi takut mu kepada yang maha kuasa, dan bila ini terjadi maka itu berarti kehidupan sudah hancur sebelum dihancurkan.

Tetap jaga kebersihan dan jaga jarak seraya selalu berdoa berdoa agar kita lekas terbebaskan dari wabah ini. Amiin. (*)

Penulis adalah Dekan Fakultas Ekonomi  Universitas Serambi Mekkah