PEMERINTAH mengklaim industri perkebunan kelapa sawit sebagai pendongkrak perekonomian nasional.
Perkebunan kelapa sawit terus dikembangkan signifikan dengan luas mencapai 16,38 juta hektare.
Data yang dirilis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada 20 Oktober 2022, Indonesia menyumbang 52% minyak sawit terhadap pangsa pasar dunia.
Selain itu, sawit Indonesia juga mampu menghasilkan 40% dari total minyak nabati dunia.
Untuk mengimplementasi sawit berkelanjutan, pemerintah membentuk Indonesian Sustainability Palm Oil (ISPO) pada tahun 2009.
Tujuannya memastikan bahwa semua usaha perkebunan kelapa sawit memenuhi standar perlindungan terhadap lingkungan.

Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) mengadopsi prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Salah satu syarat ISPO adalah tidak membuka lahan di areal hutan bernilai konservasi tinggi.
ISPO sendiri memiliki tantangan berat terkait kemamputelusuran pada kelapa sawit berkelanjutan.
Terutama terkait asal usul buah sawit hingga ke kebun.
LIHAT JUGA: Menggugat Sawit Berkelanjutan, 19 Tahun RSPO Menipu Publik
Banyak perusahaan belum sepenuhnya bisa menjamin sistem keterlusuran hingga seluruh rantai pasok.
Padahal semua perusahaan perkebunan kelapa sawit wajib memiliki komitmen Nol NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation) di seluruh rantai pasok.

Artinya, jika ada pelanggaran dilakukan oleh salah satu pemasok, dan itu terbukti, maka suplayer harus keluar dari rantai pasok.
Investigasi ACEHSATU.com mengungkap aktivitas suplai pemasok buah sawit dari lahan ilegal dari dalam kawasan konservasi Suaka Margsatwa Rawa Singkil yang kaya karbon.
Aktivitas ini tentu bertentangan dengan mekanisme yang tertuang dalam ISPO.
Apalagi salah satu perusahaan yang terdokumentasi adalah PT. Global Sawit Semesta (GSS).
Padahal perusahaan ini sudah mendapat sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan ISPO pada tahun 2012.
Pembukaan lahan di dalam kawasan SM Rawa Singkil ini juga menjadi pukulan besar bagi kelangsungan hidup Orangutan, Gajah Sumatra, dan Harimau Sumatra.
Satwa kunci ini sangat bergantung pada hutan yang terhubung di wilayah Singkil-Bengkung ini.