INFOGRAFIS: Imagologi Kawasan Industri

Inkonsistensi kebijakan dan komitmen Pemerintah Aceh kembali menjadi hambatan utama bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Aceh.

Kita jangan anti kritik, tentunya kritik yang konstruktif. Kawasan  Industri Aceh adalah senjata yang maha dahsyat, senjata yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Aceh Besar. Makanya kita membutuhkan orang-orang yang mahir memainkan peletuk senjata ini.

ACEHSATU.COM – Optimisme itu dibangun oleh Nova Iriansyah sesaat setelah peresmian Kawasan Industri Aceh, di Ladong Aceh Besar, Desember 2018 lalu kepada salah satu media lokal.

Kini, hampir 2 tahun berlalu, KIA memasuki babak baru.

CEO PT Transcontinent,Ismail Rasyid  menyatakan hengkang dari Kawasan Industri.

Ketidakjelasan komitmen Pemerintah Aceh menjadi sebab.

Kepastian hukum terkait tata kelola dan infrastruktur utama seperti jalan, air, dan listrik belum juga tersedia di lokasi.

Realitas Kawasan Industri Aceh Ladong sepertinya mampu merefleksikan potret buram investasi di Aceh.

Inkonsistensi kebijakan dan komitmen Pemerintah Aceh kembali menjadi hambatan utama bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Aceh.

Motivasi CEO Transcontinent, Ismail Rasyid untuk membangun tanah kelahirannyapun seakan pupus setelah ia memutuskan untuk menghentikan operasionalnya di Kawasan Industri Ladong.

Terkait hengkangnya Transcontinent,  Pemerintah Aceh seolah menutup mata atas realitas yang terjadi.

Dan, yang lebih memalukan lagi adalah pernyataan Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh, T Ahmad Dadek ketika menyatakan bahwa tidak ada perjanjan apapun terkait PT PEMA dan Transcontinent.

Bahkan, dikatakannya,  Transcontinent menggunakan lahan di lokasi KIA secara gratis.

Pernyataan tersebut seolah menjadi upaya pembenaran diri atas ketidakmampuan Pemerintah Aceh dalam mengelola iklim bisnis dan investasi.

Sekaligus memberikan sinyal buruk bagi investor yang ingin berinvestasi di KIA.

Bagaimana mungkin investasi sebuah Kawasan Industri diawali tanpa perjanjian bisnis. Konon lagi soal jaminan regulasi bagi investasi di KIA,  kelayakan teknis, ekonomi, dan finansial.

Kawasan Industri Aceh sepertinya mulai menjadi sebuah imagologi dari pelaksana tugas yang lahir dari sebuah “kecelakaan” politik.

Kawasan industri dibangun dengan narasi yang kaya, optimis sekaligus prestisius. Namun di sisi lain ia hadir di atas konsep yang miskin dan manajerial yang rapuh.

Pernyataan T Ahmad Dadek, sungguh menjadi sebuah paradoks di tengah keinginan Nova mendorong investasi di Aceh.

Ia tak mampu memberikan retorika dengan membangun argumentasi rasional terhadap hengkangnya investor di Aceh, sehingga hengkangnya Transcontinent tidak menjadi preseden buruk iklim investasi di Aceh.

Kita tak pernah tahu, kapan Kawasan Industri Aceh di Ladong akan menjadi legacy bagi ekistensi ekonomi Aceh yang manunggal. Atau barangkali saja kita yang harus mengubah akronim KIA menjadi Kawasan Imagologi Aceh.

Mungkin saja Nova belum menemukan sosok yang tepat untuk memainkan peletuk senjata.

Atau, bisa jadi, senjata itu terlanjur rapuh dan berkarat. Karena tak pernah dirawat orang yang tepat. Namun,  yang lebih mengkhawatirkan adalah, ketika senjata itu justru diarahkan kepada investor yang ingin menanamkan modalnya di Aceh. (*)

Infografis Imagologi Kawasan Idustri Aceh. @Acehsatu
AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.