Aceh Tolak Vaksin Covid-19

ACEHSATU.COM | BANDA ACEH — Aceh Tolak Vaksin Covid-19 jadi berita menarik media nasional dan internasional.
Survei Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO, menyatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia bersedia menerima vaksin Covid-19.
Namun data itu berbeda dengan Provinsi Aceh.
Berdasarkan survei, sekitar 74% responden mengaku sedikit banyak tahu rencana Pemerintah untuk melaksanakan vaksinas COVID-19 secara nasional.
Persentasenya bervariasi antar provinsi.
Sekitar 61% responden di Aceh menjawab tahu rencana Pemerintah terkait distribusi vaksin COVID-19; sedangkan di beberapa provinsi di Sumatera, Sulawesi, dan Kepulauan Nusa Tenggara ada 65–70% responden yang mengetahui informasi tersebut.
Jumlah responden di provinsi Jawa, Maluku, Kalimantan, Papua, dan sejumlah provinsi lain yang mengetahui informasi tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 70%.
Survei nasional berlangsung pada 19-30 September 2020 dengan tujuan untuk memahami pandangan, persepsi, serta perhatian masyarakat tentang vaksinasi Covid-19.
Pada pelaksanannya, survei tersebut mengumpulkan tanggapan lebih dari 115.000 orang, dari 34 provinsi yang mencakup 508 kabupaten/kota atau 99 persen dari seluruh kabupaten dan kota.
Masih bersumber dari survei itu, tingkat penerimaan vaksin paling tinggi tampak di provinsi-provinsi di Pulau Papua, Jawa, dan Kalimantan.
Tingkat penerimaan di beberapa provinsi di Sumatera, Sulawesi, dan Maluku lebih rendah.
Provinsi Papua Barat paling tinggi tingkat penerimaannya (74%) dibandingkan dengan seluruh provinsi lainnya, sedangkan Provinsi Aceh paling rendah dengan persentase sebesar 46%.

Dari sejumlah mereka yang menolak, responden mengungkapkan kekhawatiran terhadap keamanan dan keefektifan vaksin, menyatakan ketidakpercayaan terhadap vaksin, dan mempersoalkan kehalalan vaksin.
Alasan penolakan vaksin COVID-19 paling umum adalah terkait dengan keamanan vaksin dengan persentase sebesar 30%; keraguan terhadap efektifitas vaksin (22%); ketidakpercayaan terhadap vaksin (13%); kekhawatiran adanya efek samping seperti demam dan nyeri (12%); dan alasan keagamaan (8%)
Tingkat penerimaan vaksin tertinggi (69%) berasal dari responden yang tergolong kelas menengah dan yang terendah (58%) berasal dari responden yang tergolong miskin.
Secara umum, makin tinggi status ekonomi responden, makin tinggi tingkat penerimaannya.
Namun, penolakan tertinggi ditunjukkan responden yang tergolong ekonomi tertinggi (12%) dan yang terendah ditunjukkan responden kelas menengah (7%).
Satu pertiga responden yang tergolong miskin belum memutuskan menerima atau menolak vaksin dan tingkat keraguan cenderung menurun seiring meningkatnya status ekonomi. (*)