Idul Fitri Hari Gembira

Oleh: Dr. Zainuddin, SE, M. Si. Puasa sudah menuju akhir dan sebentar lagi bulan tarbiyah ini akan mewisuda umat yang terpanggil menjalankan ibadah dibulan suci ini secara sungguh-sungguh ikhlas karena Allah Swt dan jujur dalam melaksanakannya, insya Allah akan meraih predikat atau titel tertinggi bagi umat Islam, yaitu menjadi orang-orang muttaqin sebagaimana Firman Allah SWT … Read more

Oleh: Dr. Zainuddin, SE, M. Si.

Puasa sudah menuju akhir dan sebentar lagi bulan tarbiyah ini akan mewisuda umat yang terpanggil menjalankan ibadah dibulan suci ini secara sungguh-sungguh ikhlas karena Allah Swt dan jujur dalam melaksanakannya, insya Allah akan meraih predikat atau titel tertinggi bagi umat Islam, yaitu menjadi orang-orang muttaqin sebagaimana Firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 183 (terjemahan) yang berbunyi:

“Wahai orang-oarang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Sangat jelas output yang diharapkan dari ibadah puasa, yaitu agar kita yang menjalankan ibadah puasa agar bertaqwa (muttaqin) kepada allah SWT, taqwa yang dimaksud disini adalah menjadi orang-orang yang amal ma’ruf nahi mungkar (orang yang menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhkan diri/tidak melaksanakan yang dilarang Allah).

Mendapatkan titel muttaqin (golongan orang-orang bertaqwa) menjadi harapan yang amat sangat besar dari muslimin, karena dengan titel ini seseorang akan menjadi manusia yang sangat tinggi nilainya dihadapan Allah Swt.

Nah, dalam tulisan saya kali ini akan menguraikan (semoga dijauhkan dari kekeliruan) dari sisi bagaimana prilaku keseharian yang dikatakan orang muttaqin. Orang muttaqin dalam kesehariannya memiliki satu konsep manajemen berupa satu pertanyaan yang selalu melekat padanya yang harus dijawab sendiri untuk seluruh aktivitasnya, yaitu “Apakah Allah ridho atau tidak” jawaban atas pertanyaan ini hanya dua 1) Allah ridho dan 2) Allah tidak ridho.

Konsekwensi dari jawaban tersebut adalah seorang yang muttaqin akan melakukan sesuatu bila jawaban atas pertanyaan tersebut Allah ridho dan tidak melakukannya ketika jawaban atas pertanyaan tersebut Allah tidak ridho.

Sebagai contoh sederhana, umpamanya seorang muslim dipagi hariberangkat kerja dengan tujuan mencari nafkah untuk dirinya dan untuk tanggungannya, maka didalam hatinya terus saja mempetanyakan pertanyaan itu dan dijawab sendiri dan didapat jawabannya Allah meridhoi kegiatan tersebut karena mencara nafkah itu merupakan wajib dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya, maka Bismiilahirramahnirrahim itu dilanjutkan, dan adalagi umpamanya ketika dihadapakan ajakan kawan untuk duduk santai menikamati minuman yang haram menurut islam, maka lagi-lagi dipertanyakan dengan pertanyaan yang sama ternyata jawabannya Allah tidak meridhoi atas pekerjaan tersebut maka dengan sendirinya seorang yang muttaqin akan menolaknya (menolaknya bisa dengan cara halus umpamanya) dan lain sebagainya.

Ternyata simpel sekali menandai apakah orang-orang islam sudah muttaqin atau tidak bisa dilihat pada kegiatan sehariannya seperti tersebut diatas, karena orang muttaqin itu seluruh aktivitannya harus yang Allah ridhoi.

Sejatinya, orang muttaqin merupakan orang-orang terbaik yang senantiasa selalu konsep hidupnya sesuai dengan amal ma’ruf nahi mungkar, dimana hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT, yaitu

“Kamu sekalian adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar (Ali Imran 3:110)”.

Selanjutnya, dari Ibnu Mas’ud ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

“Tiada seorang Nabi pun yang diutus sebelum aku, melainkan ada sahabat-sahabat yang setia yang mengikuti sunnahnya dan mengerjakan apa yang diperintahkan, kemudian timbul sesudah mereka orang-orang yang suka bicara dan tidak suka berbuat, mereka berbuat sesuatu yang tidak diperintahkan. Barangsiapa memerangi meraka dengan tangannya (kekuasaannya) maka ia adalah mukmin, barangsiapa yang memerangi mereka dengan lisannya maka ia adalah mukmin dan barangsiapa memerangi mereka dengan hatinya maka ia adalah mukmin. Selain daripada itu tidak ada lagi iman walaupun hanya sebesar biji sawi (Riwayat Muslim)”.

Terlihat amat jelas kriteria orang-orang terbaik (muttaqin) yang lulus dari ibadah puasanya, yaitu orang-orang yang segenap daya dan upaya harus diarahkan kepada menjalankan apa-apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah SWT.

Jadi setelah sebulan penuh berpuasa sekarang tiba saatnya untuk bergembira (sesuai syari’ah) di hari raya idul fitri 1 Syawal karena sudah berhasil meraih apa yang diidam-idamkan.

Dengan demikian, jelas kualitas dari berdampaknya nilai puasa terhadap pribadi-pribadi yang melaksanakan puasa sebenarnya muadah untuk didapatkan, yaitu bisa dilihat dari prilaku kesehariannya apakah sudah terpraktikan amal ma’ruf nahi mungkar, bila belum berarti belum bisa dikatakan bahwa nilai-nilai puasa belum melekat padanya alias belum bisa dikatakan mendapatakan title muttaqin (menurut saya lebih kurang seperti itu). Bila belum melekat padanya nilai-nilai puasa lebih kurang puasanya identik dengan lapar dan dahaga saja, tidak lebih.

Oleh sebab itu, di hari raya idul fitri diharamkan untuk berpuasa (satu hari) untuk bergembira dengan cara memakan hidangan-hidangan dan saling memaafkan dengan handai taulan (dikembangkan silaturrahmi) diantara sesama. Firman Allah SWT tentang keutamaan silaturrahmi

“Bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah yang dengan (mempergunkan nama Nya kamu sekalian saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturrahmi (An-Nisa’ 4:1).

Jadi sebenarnya berhari raya bukanlah suatu keharusan harus berbaju baru, akan tetapi sangat penting harus berpola fikir dan prilaku baru yang selaras dengan cita-cita semula, yaitu untuk menjadi orang-orang bertaqwa.

Namun, selama iman kita tetap kuat jangan bersedih insya Allah dengan memanjat doa “Ya Allah Ya rabb panjangkan dan berkati umur ku agar dapat bertemu kembali pada bulan Ramadhan tahun yang akan datang”, karena sesungguhnya seluruh muslimin harus mendapatkan titel muttaqin agar kita semua menjadi yang terbaik, baik di dunia maupun diakhirat kelak.

Bila dikaitkan dengan aktivitas ekonomi, baik di dunia usah maupun dibirokrasi pemerintahan yang didalamnya dilakukan oleh orang-orang yang muttaqin, maka dapat dipastikan akan berlangsung dengan penuh keadilan, akuntabel dan terhindar dari hal-hal yang larang oleh Undang-Undang yang dibuat oleh manusia itu sendiri dan yang diharamkan oleh Allah SWT.

Dengan demikian, tak terbantahkan rakyat akan jadi sejahtera bila penyelenggara birokrasi itu memiliki nilai-nilai ketaqwaan yang tinggi karena padanya pasti tidak mau ber KKN ria dan orientasi hidupnya semata-mata kerena Allah SWT semata.

Semoga saja itu terjadi ba’da puasa kali ini akan kita tatap hidup baru dengan senantiasa diberkahi oleh Nya karen para pemimpin dan rakyat yang muslimin disatukan pada satu tujuan “amal ma’ruf nahi mungkar”.

Mari gemakan takbir membesarkan sang Maha Pencipta dimalam hari raya hingga harinya demi keselamtan kita semua dan terhindar dari malapetaka (covid-19) insya Allah, jaya negeriku Indonesia dan jaya serta makmur  Aceh tercinta.

Akhirnya, mohon dibuka pintu maaf bila ada salah dalam tulisan ini maklum sebagai budak yang sangat kurang ilmu dan tetap mengambil peran untuk syiar sebagai panggilan jiwa seorang muslim, dan karena dalam situasi lebaran idul fitri saya sebagai hamba Allah Swt yang tak luput dari kesalahan dan kealpaan mengucapkan mohon dibuka pintu maaf lahir dan batin, dan insya Allah kita akan dipertemukan lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan. Amiin.(*)

Penulis: Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik USM Aceh

AcehSatu Network
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Optio, neque qui velit. Magni dolorum quidem ipsam eligendi, totam, facilis laudantium cum accusamus ullam voluptatibus commodi numquam, error, est. Ea, consequatur.