ACEHSATU.COM [ BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Nova Iriansyah meminta Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk memblokir situs game Playerunknown’s Battleground (PUBG) dan sejenisnya, mengingat semakin maraknya penggunaan game PUBG dan Game judi online di kalangan masyarakat Aceh.
Permintaan itu didasari atas Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 1 Tahun 2016 tentang Judi Online dan sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Dalam surat tersebut lebih lanjut dijelaskan, berdasarkan Pasal 125 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif disebutkan antara lain, bahwa masyarakat dan lembaga pemerintah dapat mengajukan pelaporan kepada Direktur Jenderal Aplikasi Informatika untuk meminta pemblokiran atas konten bermuatan negatif.
Adapun jenis situs internet bermuatan negatif yang ditangani yaitu pornografi dan kegiatan ilegal lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Dalam salah satu surat yang diteken Gubernur Aceh Nova Iriansyah, pada 5 Oktober 2021 itu, dijabarkan bahwa judi online adalah permainan yang memasang taruhan uang atau bentuk lain melalui media Internet dan media sosial yang hukumnya haram. “Pemerintah dan masyarakat wajib memberantas segala jenis perjudian,” demikian bunyi poin lain dalam surat yang ditembuskan kepada Ketua DPRA, Kapolda Aceh, Ketua MPU dan Kepala Dinas Komunikasi dan Persandian Aceh.
Dalam surat itu juga disebutkan bahwa semakin maraknya penggunaan game PUBG dan Game judi online dikalangan masyarakat Aceh saat ini, telah menjadi keresahan/kekhawatiran bagi Pemerintah, Ulama dan masyarakat.
“Maka untuk terlaksananya Syariat Islam secara menyeluruh sekaligus pengendalian dan pemblokiran terhadap konten negatif di Aceh, kami mohon kepada Bapak Menteri berkenan meminta kepada seluruh Penyedia Layanan Telekomunikasi dan Internet di Aceh agar dapat memblokir game PUBG dan Game Judi Online sebagai tindak lanjut penerapan dari Peraturan dan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh,” demikian bunyi surat tersebut (*)