ACEHSATU.COM – Orang Rohingya, kumpulan etnis Indo-Arya beragama Islam ini berada di utara Negeri Rakhine – dulunya dikenal sebagai Arakan – yang terletak di Barat Burma, tetapi mereka tidak diakui sebagai Warga Negara Myanmar, bahkan diburu, ditindas, diusir dan diperlakukan dengan sangat buruk.
Myanmar hingga kini menolak mengakui kewarganegaraan sekitar 1,3 juta anggota etnis Rohingya. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat mereka sebagai kaum minoritas yang paling diburu. Pemerintah di Naypyidaw berulangkali menegaskan, etnis Rohingya tidak lain adalah pendatang ilegal asal Bangladesh.
Kebencian terhadap etnis Rohingya juga mengakar kuat di dalam kelompok ultra-nasionalis Buddha Myanmar. Pendapat umum yang beredar menyebutkan keberadaan kelompok minoritas itu mencoreng wajah Myanmar. Ratusan biksu turun ke jalan sembari meneriakkan yel-yel anti Rohingya. “Tolak pengungsi kapal di Myanmar!”
Sejarah orang Rohingya konon berawal pada abad ke-7 di Negeri Arakan yang menjadi tempat pedagang-pedagang Arab yang beragama Islam. Mereka memiliki persamaan fisik, bahasa dan budaya dengan orang Asia Selatan, terutama orang Benggali. Setengah orang Rohingya yang menetap di Arakan adalah keturunan orang Arab, Parsi dan Pashtun yang berhijrah ke Arakan semasa era pemerintahan Empayar Mughal.
Orang Rohingya terus menerus menderita akibat pencabutan hak kemanusiaan oleh junta tentara Myanmar sejak tahun 1978, akibatnya banyak yang melarikan diri ke negara jiran seperti Bangladesh.
Gerakan pembebasan orang Rohingya dibatasi dengan ketat dan pada hakekatnya sebagian besar mereka telah dinafikkan kewarganegaraan Myanmar. Mereka juga mengalami pelbagai bentuk pemerasan dan pencukaian ilegal; penyitaan tanah; pengusiran paksa: pemusnahan rumah; dan batasan perkawinan.
Tak tahan terus menerus dipaksa menjadi buruh dalam pembuatan jalan raya dan kamp-kamp tentera, tahun 1978 sekira 250 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Kejadian itu membuat tentara Myanmar terus menyasar mereka yang masih tinggal di negeri itu, membunuh, memusnahkan masjid dan menindas agama Islam secara besar-besaran.
Tahun 1991-92, satu gelombang besar orang Rohingya kembali melarikan diri ke Bangladesh. Mereka melaporkan tentang program buruh paksa di samping penyiksaan dan hukuman mati yang terus diberlakukan. Orang Rohingya dipaksa bekerja tanpa bayaran oleh tentara Myanmar di proyek-proyek infrastruktur dan ekonomi, lazimnya dalam keadaan yang buruk.
Pelanggaran HAM
Setengah dari pelarian itu pada tahun 2005 dikembalikan oleh UNHCR ke negara tersebut, tetapi pelanggaran atas hak asasi manusia di kamp-kamp mengancam usaha badan pengungsi tersebut. Maka sebagian lagi masih berada di Bangladesh, Pakistan, Arab Saudi, UAE, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.
Banyak pelanggaran atas hak-hak kemanusiaan dalam kaitan buruh paksa orang Rohingya oleh pasukan Myanmar. []