Dugaan Korupsi Wastafel di Dinas Pendidikan Aceh Senilai Rp41,2 M, MaTA Dukung Penyidikan

"Status hukum kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel ditingkatkan tahap penyidikan. Ada dua alat bukti ditemukan penyidik dan hasil gelar perkara,"
Pimpinan SKPA Rangkap Jabatan
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. HO/ACEHSATU.com

ACEHSATU.COM | Meulaboh – Dugaan Korupsi Wastafel di Dinas Pendidikan Aceh Senilai Rp41,2 M, MaTA Dukung Penyidikan.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendukung langkah Polda Aceh dalam mempercepat pengusutan kasus pengadaan wastafel (tempat cuci tangan) senilai Rp41,2 miliar.

“Kami mendukung langkah Polda Aceh untuk melakukan percepatan pengusutan kasus tersebut, ini menjadi penting dan kita apresiasi sehingga kepastian hukum terhadap pelaku benar benar dapat berlaku.

Apalagi status sudah ditingkatkan ke penyidikan,” kata Koordinator LSM MaTA Aceh, Alfian dalam keterangan tertulis diterima di Meulaboh, Sabtu.

Menurutnya, proyek pengadaan wastafel yang sedang diusut oleh Polda Aceh tersebut sumber anggarannya APBA tahun 2020 dengan status refocusing. 

Karena situasi saat itu, negara dalam keadaan bencana COVID-19.

Sebelumnya, penyidik Subdit III Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh meningkatkan pengusutan dugaan korupsi pengadaan wastafel atau tempat cuci tangan di Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dengan anggaran Rp41,2 miliar ke tahap penyidikan. 

Baca Juga: MaTA Kritisi Perkembangan Penyidikan Kasus Korupsi Beasiswa Pemerintah Aceh

Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy di Banda Aceh, Jumat, mengatakan peningkatan status penanganan kasus berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

“Status hukum kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel ditingkatkan tahap penyidikan. Ada dua alat bukti ditemukan penyidik dan hasil gelar perkara,” kata Kombes Pol Winardy.

Alfian menilai, dalam hal kasus ini, Polda Aceh dapat menggunakan pasal 2, sesuai dengan UU No 19 Tahun 2019 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada pelaku.

Pada ayat (1) dengan jelas disebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Mengingat anggaran bersumber refocusing APBA 2020 untuk penanganan COVID-19.

Artinya, kata dia, negara dalam keadaan bencana jadi kalau ada yang korupsi dapat di jerat dengan hukuman mati, sehingga adanya efek jera, rasa keadilan dan berjalannya aturan pemberantasan korupsi yang sudah berlaku. 

Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Wastafel Disdik Aceh Rp 41 Miliar Naik Penyidikan

“Kalau pelaku dijerat dengan hukuman mati maka menjadi “ilmu pengetahuan” bagi seluruh Indonesia,  artinya negara tegas terhadap kasus ini,” katanya menambahkan.

Alfian mengatakan, kemungkinan kerugian negara dalam kasus tersebut diduga sangat besar, karena berdasarkan informasi yang diterima, banyak tempat wastafel yang sudah dibangun pada tahun 2020 lalu kini tidak berfungsi.

Alfian juga menegaskan, pihak percaya kepada Kapolda Aceh untuk menyelesaikan kasus ini secara utuh.