https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

ACEHSATU.COM | Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi empat saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan infrastruktur Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Banjar, Provinsi Jawa Barat, tahun 2012-2017, yang melibatkan tersangka mantan wali kota Banjar Herman Sutrisno (HS).

Tersangka mantan Waliikota Banjar Herman Sutrisno (tengah) mengenakan rompi tahanan KPK usai diperiksa, di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Kamis (23/12/2021).

Herman Sutrisno diduga menerima suap uang dan fasilitas dari tersangka Direktur CV. Prima Rahmat Wardi dan sejumlah kontraktor

Sebagai komitmen fee terkait beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Banjar, saat Herman Sutrisno menjabat Walikota Banjar.

“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan aliran sejumlah uang yang diterima oleh tersangka HS dari beberapa pihak,” kata Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Penyidik KPK memeriksa keempat saksi tersebut di Gedung Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jawa Barat, Rabu (23/2).

Empat orang saksi tersebut ialah yaitu Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Kota Banjar Gun Gun Gunawan, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjar Husin Munawar, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Banjar Hunes Hermawan, dan Anggota DPRD Kota Banjar Mujamil.

Sementara itu, seorang saksi tidak menghadiri panggilan tanpa konfirmasi kepada KPK, yakni wiraswasta dan mantan anggota DPRD Kota Banjar Rosidin.

“Tidak hadir dan tanpa konfirmasi. KPK mengingatkan untuk memenuhi panggilan tim penyidik pada agenda pemeriksaan berikutnya,” tegas Ali.

KPK telah menetapkan Herman bersama Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta selaku Direktur CV Prima sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum.

Penataan Ruang, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPRPKP) Kota Banjar, Jawa Barat Tahun 2008-2013 dan kasus dugaan penerimaan gratifikasi.

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar yang diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.

Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga ada peran aktif dari Herman dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank, sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.

Dalam kurun waktu 2012 hingga 2014, Rahmat dan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar, dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar.

Sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman tersebut, Rahmat memberikan fee proyek antara 5 hingga 8 persen dari total nilai proyek untuk Herman.

Pada Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat meminjam uang ke salah satu bank di Kota Banjar, dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar.

Uang pinjaman bank tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya, sedangkan untuk cicilan pelunasan tetap menjadi kewajiban Rahmat.

Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya, antara lain tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar.

Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan Herman.

KPK juga menyebutkan selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013, diduga Herman banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya terkait pengerjaan proyek di Pemkot Banjar.

Saat ini, tim penyidik KPK masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi tersebut.