ACEHSATU.COM — Penerbit One Peach Media Jakarta meluncurkan buku yang berjudul Potret Guru dan Dosen Indonesia Jelang 75 Tahun Indonesia Merdeka.
Buku yang dikarang oleh Harri Santoso.,S.Psi.,M.Ed yang merupakan Dosen Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Buku yang diberi kata sambutan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI dan diberi kata pengantar oleh Ketua Perhimpunan Guru Honorer K2 Indonesia terdiri dari 128 halaman bercerita tentang kondisi yang dialami guru dan dosen honorer Indonesia.
Istilah honorer yang kemudian berganti menjadi beberapa istilah seperti Guru Non PNS, Dosen Non PNS dan terakhir akan menjadi PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja).
Perubahan istilah ternyata tidak berbanding lurus dengan perubahan nasib.
Meskipun Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Gubernur dan Walikota telah mempersyaratkan kesejahteraan minimal bagi mereka namun banyak lembaga berdalih tidak mampu karena kondisi keuangan lembaga yang masih belum begitu sehat.

Pertanyaanya, Kapankah keuangan akan membaik? atau tidak kemauan yang hakiki dari para pemimpin untuk memikirkan nasib para pendidik ini?
Menurut Harri Santoso, buku ini hadir dari hasil pengamatan yang dilakukan penulis dari media massa baik lokal dan nasional, wawancara dengan guru serta data dari lembaga BPJS Ketenagakerjaan terkait dengan rendahnya penghargaan pemerintah terhadap sosok guru dan dosen honorer di Indonesia.
Mulai dari jumlah gaji dibawah rata-rata hidup manusia Indonesia, dibayar per 3-6 bulan, tidak adanya jaminan kesehatan dan sosial, belasan tahun tanpa kejelasan nasib dan kesejahteraan serta adanya diskriminasi antara guru dan dosen non PNS dengan PNS walaupun Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah telah mengaturnya.
Meskipun Presiden Joko Widodo telah berjanji dalam Piagam Ki Hajar Dewantara tahun 2014 untuk mensejahterakan para pendidik ini, namun hingga kini menjelang 75 Tahun Indonesia Merdeka nasib mereka masih belum membaik.
Ir. Soekarno mengatakan tidak ada kemiskinan dalam Indonesia Merdeka.
Semoga buku ini menjadi refleksi tentang sudahkah kemerdekaan dimiliki oleh seluruh rakyat Indonesia, merdeka dari kemiskinan, kebodohan dan diskriminasi. (*)