ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Mahasiswa dari berbagai kampus di Banda Aceh menggelar demonstrasi menolak omnibus law Undang-undang Cipta Kerja.
Mahasiswa meminta anggota DPR dari dapil Aceh yang partainya ikut mendukung UU tersebut meminta maaf.
Massa terlihat berdemo di halaman Gedung DPR Aceh di Banda Aceh, Kamis (8/10/2020).
Jalan Teuku Daud Beureueh di depan gedung dewan sempat ditutup ketika aksi berlangsung.
Mahasiswa yang menggunakan almamater masing-masing kampus membawa sejumlah spanduk serta poster berisi penolakan UU Ciptaker.
Ada yang bertuliskan ‘buruh itu manusia boss!!! Bukan barang!!!’, ada juga ‘cukup mantan saya yang PHP bapak jangan #mositidakpercaya’.
“Kami mendesak permintaan maaf dari anggota dewan Dapil Aceh yang merupakan bagian dari fraksi-fraksi partai yang mendukung pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker,” kata Koordinator Lapangan Rezka Kurniawan dalam dalam tuntutannya.
Mahasiswa meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU tersebut. Mereka mendesak DPR Aceh menyatakan sikap penolakan terhadap UU Ciptaker.
“Mendesak DPRA untuk menjaga kedudukan Aceh sebagai daerah keistimewaan atau daerah yang memiliki otonomi khusus yang berlandaskan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA),” jelas Rezka.
Empat anggota DPR Aceh, Bardan Saidi (PKS), Nora Idah Nita dan T Ibrahim (Demokrat) serta Fuadri (PAN) sempat menemui massa.
Mahasiswa memberikan tuntutan dan diteken keempat anggota dewan. Massa yang sempat membakar ban kemudian membubarkan diri.
Anggota DPR Aceh Bardan Saidi mengaku segera menindaklanjuti tuntutan mahasiswa dalam waktu 1X24 jam. Dia berjanji DPR Aceh akan mengirim surat ke Jokowi dan DPR RI terkait tuntutan mahasiswa.
“Nanti suratnya kami tembuskan ke mahasiswa,” ujar Bardan.
Bardan Sahidi juga mengaku menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan DPR RI. Legislatif Aceh bakal menyurati presiden agar mengeluarkan Perppu pembatalan terhadap UU tersebut.
“Secara kelembagaan DPRA menolak pemberlakuan UU Omnibus Law karena Aceh punya Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) nomor 11 tahun 2006 dan Qanun nomor 7 tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan,” kata Bardan kepada wartawan, Kamis (8/10/2020). (*)