ACEHSATU.COM | JAKARTA – Maskapai Susi Air belakangan ini sedang jadi pemberitaan karena pesawatnya diusir dari hanggar di Bandara Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara).
Atas insiden itu pihaknya berencana melaporkan pemerintah kabupaten setempat ke Bareskrim Mabes Polri.
Susi Air cukup populer melayani penerbangan berjadwal dan carter ke daerah dengan geografis pegunungan hingga pulau-pulau kecil. Dilansir dari website resminya, Minggu (13/2/2022), maskapai milik Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti itu berkembang signifikan sejak berdiri pada 2004 silam.
Uniknya, wanita kelahiran Pangandaran 57 tahun silam itu tak memiliki latar belakang di dunia aviasi. Menamatkan pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pun tidak pada saat itu.
Susi Air bisa dibilang berawal dari bakul ikan karena pesawatnya awalnya digunakan untuk mengangkut produk perikanan. Susi Pudjiastuti yang saat itu memiliki usaha sebagai pedagang ikan laut, memiliki persoalan untuk ekspor karena transportasi produk perikanan di wilayah Jawa bagian selatan masih susah.
Transportasi yang susah membuat kualitas produk perikanan menurun padahal harga tertinggi adalah saat ikan dalam kondisi hidup dan segar. Berangkat dari sana, terbesit di benak Susi Pudjiastuti memiliki pesawat sendiri.
“Di Indonesia kan transportasi susah. Bawa dari Pameungpeuk ke Pangandaran saja 8 jam. Mimpilah untuk punya pesawat Jawa bagian selatan itu bisa diangkut dalam waktu 2 jam,” kata Susi Pudjiastuti kepada detikcom di Hotel Hyatt, Jakarta pada pemberitaan 2014.
Mulai tahun 2000-an, Susi Pudjiastuti mencari perbankan yang bersedia memberi pembiayaan. Tentu tak mudah karena permohonannya kerap ditolak, baru 4 tahun kemudian atau 2004, baru ada bank BUMN yang bersedia memberi kredit untuk mendatangkan 2 unit pesawat baling-baling bertipe Cessna Grand Caravan.
“Itu bulan November datang (tahun 2004). Kita mulai angkuti ikan dari Pangandaran sampai Jakarta. Itu kalau lobster hidup, biasa kalau pakai truk bawa 3 kwintal yang matinya bisa banyak tapi karena pakai pesawat jadinya kurang,” jelasnya.
Baru sebulan tiba dan membantu mengangkut produk perikanan, Susi Pudjiastuti terketuk hatinya melihat bencana tsunami yang menerpa bumi Serambi Mekkah, Aceh. Ribuan orang meninggal dunia dan moda transportasi darat di sana terputus.
Hanya angkutan udara lah yang bisa menjangkau seluruh wilayah Aceh guna membawa bantuan hingga tim medis. Bermodalkan uang pribadi, Susi Pudjiastuti meminjamkan dan membiayai operasional pesawat miliknya untuk membantu warga di sana selama 2 minggu.
“Niat kita bantu di sana selama 2 minggu terus bawa uang Rp 400-500 juta waktu itu. Itu untuk operasional gratis terbang bawa dokter, makanan dan apa saja,” ujarnya.
Setelah 2 minggu membantu membawa berbagai macam bantuan, Susi Pudjiastuti berniat menarik pesawatnya lagi karena akan digunakan kembali sebagai angkutan produk ikan milik perusahaannya. Rencana itu pun tertahan dan ternyata di situlah titik balik dan cikal bakal lahirnya Susi Air.
“Kita gratiskan penerbangan selama dua pekan, kita angkut bantuan, para medis, jurnalis, pemerintah. Setelah dua pekan itu mengubah bisnis kami hingga sekarang. Kalau tidak ada tsunami, Susi Air tidak ada,” imbuhnya.

Organisasi dunia (NGO) ingin tetap menggunakan pesawat milik Susi Pudjiastuti untuk mengirimkan bantuan dan sukarelawan di Aceh. Mereka bersedia menyewa 2 unit pesawat, dari situ lah awal mula pesawatnya terjun dalam bisnis penerbangan bernama PT. ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air).
“Uang habis, kita mau pulang tapi NGO bilang di sini saja saya bayar. Akhirnya kita mulai sewakan bisnis pesawat. Terus mulai bisnis 2005 bulan Januari akhir. Itu mulai cari duit,” tutur Susi Pudjiastuti.
Dari hanya mengoperasikan 2 unit armada, kini Susi Air mengoperasikan 49 armada pesawat yang terdiri dari 32 Cessna Grand Caravan C208B, 9 Pilatus PC-6 Turbo Porter, 3 Piaggio P180 Avanti II, 1 Air Tractor AT802 “Fuel Hauler”, 1 Piper Archer PA-28 dan 1 LET 410 untuk pesawat sayap tetap. Operasi helikopter dimulai akhir 2009 dengan 1 AgustaWestland Grand A109S dan 1 AgustaWestland Koala A119Ke bergabung pada Maret 2010.
Susi Air memiliki 20 basis penerbangan utama di Medan, Banda Aceh, Padang, Dabo, Bengkulu, Jakarta, Pangandaran, Palangkaraya, Samarinda, Tarakan, Malinau, Kupang, Masamba, Manokwari, Biak, Nabire, Timika, Jayapura, Wamena, dan Merauke. Operasi didukung oleh total lebih dari 140 pilot, 75 insinyur dan mekanik pesawat, serta 650 staf darat dan pendukung lainnya. (*)