ACEHSATU.COM | BANDA ACEH – Saiful Mahdi,dosen USK dipenjara tiga bulan karena mengkritik kampusnya. Berita itu menyebar cepat di media sosial.
Dosen Universitas Syiah Kuala (USK), itu bakal mengajar meski mendekam di penjara.
Dia dinyatakan bersalah dalam kasus ITE karena mengkritik kampus di WhatsApp Group dan dijatuhi vonis 3 bulan penjara.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Syahrul, yang mendampingi dosen Unsyiah itu, Jumat (3/9/2021) kepada wartawan mengatakan bahwa akibat kasus pidana tersebut, Saiful Mahdi akan mengajar dari dalam penjara.
“Aktivitas mengajarnya selaku dosen yang mengampu beberapa mata kuliah di Fakultas MIPA Universitas Syiah Kuala bisa tetap berlangsung selama menjalani pidana penjara,” kata Syahrul.
Syahrul mengatakan Saiful menjalani hukuman penjara di Lapas Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.
Saiful dibawa ke penjara pada Kamis (2/9) kemarin oleh tim Kejari Banda Aceh.
Ketika berada di Lapas, jelasnya, LBH selaku kuasa hukum memastikan Saiful tetap dapat mengajar mata kuliah secara daring. Dia mengatakan pihak Lapas menjamin Saiful dapat beraktivitas sebagai dosen.
“Di Hari Pendidikan Aceh, 2 September, seorang dosen yang juga pejuang antikorupsi dan kebebasan akademik malah dipenjara. Kita datang ke kejaksaan kemarin bukan berarti ditundukkan, tetapi sebagai bentuk kepatuhan sebagai warga negara,” jelas Syahrul.
“Namun di sisi lain kita akan berupaya untuk mencari jalan, melakukan perlawanan dan membuktikan ke publik bahwa kritik itu bukan hal yang haram, mudah dipidana. Meski lagi-lagi sistem kita sedang tidak sehat,” lanjutnya.
Kalapas Banda Aceh, S Mahdar, mengatakan Lapas yang dipimpinnya memiliki sejumlah fasilitas seperti internet serta alat kerja untuk mengajar secara daring. Dia menyebut pihak lapas bakal memfasilitasi Saiful untuk mengajar.
“Persoalan mengajar Pak Dosen, kami kira tidak akan jadi hambatan selama di sini. Kita akan memfasilitasinya. Tinggal jadwal dan teknisnya bisa dibicarakan lagi nanti bersama petugas,” kata Mahdar kepada wartawan.
Sebelumnya, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara 3 bulan setelah diputus bersalah dalam kasus UU ITE. Saiful dieksekusi karena putusan hukumnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Syahrul mengatakan putusan kasasi dosen Unsyiah itu diketuk Mahkamah Agung (MA) pada Juni lalu. LBH belum menerima putusan utuh dari MA hanya mendapatkan petikan putusan melalui Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh.
Putusan MA menguatkan putusan PN Banda Aceh. Saiful dinyatakan bersalah terkait UU ITE dan dihukum 3 bulan penjara serta denda Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
Kronologi Kasus In Bermula
Kasus itu bermula saat Saiful berkomentar di WAG Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh. Dalam keterangan yang disampaikan LBH Banda Aceh, Minggu (1/9/2019), Saiful membuat postingan di grup WA 'Unsyiah Kita'. Grup tersebut berisi 100 anggota, yang merupakan dosen Unsyiah.
"Innalillahiwainnailaihirajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!! Kenapa ada fakultas yang pernah berjaya kemudian memble? Kenapa ada fakultas baru begitu membanggakan? Karena meritokrasi berlaku sejak rekrutmen hanya pada medioker atau yang terjerat 'hutang' yang takut meritokrasi," tulis Saiful dalam grup tersebut.
Syahrul mengatakan, akibat postingan tersebut, Saiful kemudian diadukan Dekan Fakultas Teknik Taufik Saidi ke Senat Universitas Syiah Kuala. Pada 18 Maret 2019, Saiful dipanggil oleh Komisi F Senat Universitas Syiah Kuala.
"Namun, oleh anggota Komisi F Senat Unsyiah, dia hanya dimintai klarifikasi atau meminta keterangan, bukan sidang etik. Dengan kata lain, tidak pernah ada sidang etik terhadap Saiful Mahdi oleh Senat Universitas Syiah Kuala," kata Syahrul dalam keterangannya.
Menurutnya, Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal lantas mengirim surat kepada Saiful perihal teguran pelanggaran etika akademik tertanggal 6 Mei 2019. Isi surat tersebut di antaranya:
"Sehubungan dengan surat Ketua Senat Universitas Syiah Kuala Nomor T/302/UN11.1/TP.02.02/2019 tanggal 22 April 2019 tentang Pelanggaran Etika Akademik, maka dengan ini kami meminta kepada Saudara agar menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala dan disampaikan melalui grup WhatsApp 'Unsyiah KITA' dan grup WhatsApp 'Pusat Riset dan Pengembangan' dalam waktu 1x24 jam sejak surat ini Saudara terima. Apabila setelah waktu yang ditentukan Saudara belum menyampaikan permohonan maaf secara sebagaimana tersebut di atas, maka akan diberlakukan sanksi," bunyi surat dari rektor.
Sembilan hari berselang, yakni pada 15 Mei, Saiful membalas surat tersebut. Dia menyatakan keberatan atas teguran dari Rektor Universitas Syiah Kuala karena dia merasa tidak pernah menjalani sidang etik di Senat Universitas Syiah Kuala.
"Surat yang ditujukan langsung Samsul Rizal itu juga ditembuskan kepada Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) di Jakarta," ucap Syahrul.
Kasus itu kemudian dilaporkan ke Polresta Banda Aceh pada Juni lalu. Setelah melakukan gelar perkara, polisi menetapkan Saiful sebagai tersangka. Polisi juga sudah memeriksa ahli ITE, ahli bahasa, korban, serta beberapa saksi lainnya.
"Dia dilapor pada bulan Juni kalau nggak salah. Yang lapor itu Dekan Fakultas Teknik," kata Kapolresta Banda Aceh Kombes Trisno Riyanto mengutip detikcom, Minggu (1/9/2021). (*)