https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

ACEHSATU.COMMenteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo menyebut Partai Komunis China sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kebebasan beragama di masa depan.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi berpidato di depan perwakilan ormas Islam di Indonesia pada forum yang digelar oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor, seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (29/10/2020).

Mike Pompeo, Menlu AS. (AFP)

Pompeo awalnya meminta kepada seluruh pemimpin agama untuk terus membela hak asasi manusia dalam hal kebebasan beragama. Sebab, pemerintahan di dunia ini yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak tersebut.

Ia mencontohkan pelanggaran yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap etnis Rohingya dan pemerintah Iran terhadap para kelompok minoritas di negara tersebut.

Meski demikian, Pompeo menegaskan bahwa ancaman terbesar terhadap kebebasan beragama dari semua itu datang dari Partai Komunis China.

“Tapi fakta ancaman paling besar terhadap kebebasan beragama adalah tekanan Partai Komunis China terhadap semua orang dari kelompok agama,” kata Pompeo.

Pompeo menilai Partai Komunis China yang berlandaskan ateisme telah menekan semua golongan masyarakat dari agama apapun selama ini. Baik Islam, Kristen, Budha dan agama lainnya.

Ia mencontohkan bahwa Partai Komunis China ingin meyakinkan kepada dunia bahwa tindakan brutal yang selama ini dilakukan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang merupakan langkah anti-terorisme dan pengentasan kemiskinan.

“Tapi kita semua tahu, bahwa tidak ada penanggulangan terorisme yang membenarkan dan memaksa Muslim di Uighur yang memakan babi selama bulan Ramadan,” kata dia.

Pompeo juga menilai Partai Komunis China telah mengambil banyak anak-anak Muslim Uighur dari orang tuanya selama ini. Menurutnya, hal itu bukan termasuk dalam program pengentasan kemiskinan.

Pompeo lalu mengatakan banyak pejabat Partai Komunis China yang mencoba meyakinkan Indonesia untuk berpaling dari kejadian brutal tersebut. Menurutnya, pejabat-pejabat Partai Komunis China banyak membelokkan narasi dengan memperlihatkan kehidupan di Uighur menjadi lebih modern dan sejahtera.

“Lihat ke dalam hati anda, lihat fakta, dengarkan kisah para penyintas dan keluarga mereka,” kata dia. (*)