https://acehsatu.com/wp-content/uploads/fluentform/ff-8740b409234642c1f6cfafd8c0f9acfe-ff-WhatsApp-Image-2024-03-13-at-14.50.40.jpeg

Berita Lainnya

Hukum

Politik

Kisah Kasim Arifin
Kasim Arifin. Foto Net

Kisah Kasim Arifin

ACEHSATU.COM | JAKARTA – Bercerita tentang Kasim Arifin adalah bercerita tentang kebaikan belaka. Boleh jadi akan menjadi pembicaraan terus. Andi Hakim Nasoetion, Rektor IPB.

Ribuan bahkan jutaan kata telah terucap dan tertulis untuk menceritakan kisah orang baik ini.

Khususnya di kalangan alumni IPB. Hampir setiap tahun menjelang dies natalis IPB, kisah tersebut bergulir.

Merambat.

Bergaung dan bergema di berbagai media sosial.

Mengingatkan kami sebagai alumni IPB. Kisah tentang seseorang yang mewakafkan dirinya untuk desa yang sangat ia cintai. Desa Gemba (Waimital). Seram Bagian Barat.

Lima belas tahun dia mengabdikan dirinya di sana. Tak sekalipun berkabar. Baik kepada institusinya sendiri, maupun kepada keluarganya.

Di Gemba, Kasim Arifin membuka harapan dan mewujudkan mimpi semua penduduk.

Untuk dapat bertani dan berladang. Puluhan kilometer saluran air dibangun bersama masyarakat setempat.

Ratusan hektar hutan dirambah untuk dijadikan sawah dan ladang. Hanya berbekal peralatan sederhana. Cangkul dan sekop.

Kini lihatlah. Desa yang sangat ia cintai dengan sepenuh hati itu menjadi sangat maju dan kaya, se-Kabupaten Seram Bagian Barat.

Bagi Kasim Arifin, cinta itu memberi. Bukan menerima. Cinta itu membebaskan. Bukan memiliki sepenuhnya.

Begitulah cinta Kasim Arifin kepada masyarakat desa Gemba. Seluruhnya dia berikan kepada mereka. Tak ada yang tersisa. Bahkan sampai dia lupa akan dirinya sendiri. Tidak memiliki apa-apa sepulang dari Gemba.

Kisah Kasim Arifin
Kasim Arifin. Foto Net

Demikian juga pengabdiannya di tanah kelahirannya di Langsa, Aceh. Pengabdian sepenuh hati dan seluruh raga.

Cerita tentang Kasim Arifin tidak hanya tentang pengabdian dan cinta. Tapi juga tentang keberhasilan IPB dalam mendidik mahasiswanya.

Lantas mengirim mereka ke berbagai wilayah Indonesia saat itu. Untuk membangun pertanian.

Sebagaimana yang diamanahkan oleh Soekarno pada saat peletakan batu pertama pembangunan gedung IPB, Baranangsiang.

Persoalan pangan adalah, persoalan hidup dan matinya bangsa ini.

Semangat pidato Soekarno itulah yang menggema ke relung hati pemuda-pemudi Indonesia.

Semangat itu pula yang bergema dan beresonansi di dada Kasim Arifin.

Karawang adalah tempat pertama ia mendedikasikan dirinya. Gemba adalah tempat dia melanjutkan semangat dan pengabdian itu. Semangat membangun pertanian Indonesia.

Kini, 15 tahun yang lalu Kasim Arifin telah kembali ke pangkuan ilahi. Dia telah menyelesaikan tugasnya di dunia. Tapi cinta dan pengabdiannya masih kita rasakan.

Cerita tentang kerja keras yang tak berbilang. Integritas, dedikasi dan pengorbanan yang tidak terhitung. Sampai dia lupa akan dirinya sendiri.

Di sini hari ini, 19 Pebruari 2021, kami alumni IPB juga memberikan cinta itu kepada Kasim Arifin. Cinta untuk Kakak tercinta.

Kami mewujudkannya dalam bentuk sebuah rumah. Karena sampai hari ini Kasim Arifin belum memiliki rumah untuk keluarganya.

Rumah sebagai simbol inspirasi, idealisme, kesungguhan pengabdian yang tak berbilang. Juga rumah tentang kesederhanaan dan kisah pengorbanan seorang alumni IPB dalam membangun negeri.

Rumah Kasim Arifin adalah rumah untuk kita yang mencintai Indonesia dengan sesungguhnya.

Razaini Taher Tim panitia Gerakan Untuk Kasim Arifin