ACEHSATU- Konflik Aceh sudah berakhir sejak tahun 2005 yang ditandai dengan adanya penandatanganan kesepakatan damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau di luar negeri disebut Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) yang dipimpin Dr Hasan Ditiro di Helsinki.
PascaMou Helsinki ini, meskpun hampir semua masyarakat di Aceh menerima dengan gegap gempita, tapi di luar negeri gerakan-gerakan kecil yang menolak MoU Helsinki terlihat dalam berbagai aksi.
Di luar negeri, aksi perjuangan lanjutan untuk cita-cita kemerdekaan Aceh seperti yang dideklarasikan oleh Dr Hasan Tiro masih terus berlanjut.
Perjuangan lanjutan, ini disematkan dalam bentuk Presidium Acheh-Sumatra National Liberation Front (ASNLF) yang dipimpin Arif Fadhillah. Aktivis ASNLF ini merupakan para dispora Aceh yang mendapat suaka politik di Eropa saat Aceh dilanda konflik.
Berbagai aksi diplomasi dilakukan di kancah internasional.
Salah satunya lewat mekanisme Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO).
Dikutip dari Wikipedia, UNPO adalah adalah organisasi internasional yang didirikan untuk memfasilitasi suara negara dan masyarakat yang tidak terwakili dan terpinggirkan di seluruh dunia.
Organisasi ini dibentuk pada 11 Februari 1991 di Den Haag, Belanda. Anggotanya terdiri dari masyarakat adat, minoritas, negara tidak diakui, dan wilayah pendudukan.
Dalam laporan yang dikirim ke Redaksi ACEHSATU, Presidium ASNLF mengirim wakilnya Madinatul Fajar, dari Amerika Serikat sebagai bagian dari delegasi.
Madinatul ditemani oleh dua pemuda dari Denmark dan seorang dari Swedia, yang juga terbang ke Jerman untuk berpartisipasi dalam rapat Majelis Umum organisasi UNPO tersebut.
Kota München atau yang dikenal Munich dalam bahasa Inggris, sejak akhir pekan lalu menjadi tuan rumah pelaksanaan General Assembly Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO) atau rapat Majelis Umum Organisasi Bangsa dan Rakyat yang Tak Terwakili ke-XIX.
Panitia penyelenggara didukung penuh oleh World Uyghur Congress Headquarters beserta fasilitas gedung milik bangsa minoritas di Tiongkok yang berada dalam pengasingan mereka di Jerman tersebut.
“Learning By Doing”
Menurut kabar yang diterima dari sekretariat Presidium ASNLF, kali ini mereka mengirimkan 3 pemuda-pemudi Aceh langsung dari Skandinavia sebagai bagian dari kaderisasi dengan metode “Learning By Doing”.
Metode tersebut mempunyai arti singkat yaitu belajar mencari pengalaman langsung dan juga serta merta praktik di tempat.
Hal ini, menurut ASNLF, lebih menekankan pentingnya melakukan tindakan konkret aktif terlibat langsung sebagai cara yang biasanya dilakukan para diplomat muda di luar negeri.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, akhir bulan lalu juga aktivis ASNLF secara senyap pula mengirimkan wakilnya ke kantor PBB di New York selama dua minggu penuh.
Kini, tiba-tiba aktivitas ASNLF muncul lagi lintas negara di salah satu bagian benua di Uni Eropa, tepatnya di kota München, Jerman.
Pasca Lebaran, Presidium ASNLF tampaknya mengambil kebijakan dengan mulai merumuskan strategi kerja nyata yang lebih fokus pada kaderisasi dan lobi di luar negeri.
Pada waktu yang sama awal bulan ini, dilaporkan juga bahwa sejumlah aktivis perwakilan ASNLF dari Denmark mengunjungi Swedia untuk meramaikan hari buruh internasional (May Day) yang sering dilakukan oleh masyarakat Aceh di Swedia. Begitu juga minggu lalu berturut-turut kunjungan silaturahmi dari beberapa diaspora Aceh di Denmark ke Swedia.
Komunikasi antara negara, bahkan antar benua, terus ditingkatkan oleh aktivis ASNLF untuk mengokohkan konsolidasi organisasi dan menjamin keberlangsungan perjuangan bangsa Aceh di seantero dunia. ***