ACEHSATU.COM | JAKARTA – Indonesia dianggap aman dari infeksi virus Corona karena adanya perbedaan ras dengan negara-negara yang telah terinfeksi.
Masyarakat Indonesia yang termasuk dalam rumpun ras Melayu dianggap punya reseptor berbeda dengan warga di negara-negara yang telah terpapar virus tersebut.
Hal itu disampaikan Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Hermawan Saputra, dalam diskusi bertajuk ‘Mengukur Efek Corona: Siapkah Kita?’ di Hotel Ibis Tamarin, Jalan KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (29/2/2020).
“Paling dahsyat, tak ada tanda-tanda mengkhawatirkan, tiba-tiba ini (corona) terjadi di Italia dan Irak, kalau Korea Selatan wajar karena berdekatan. Nah teori awalnya karena kita ini perbedaan ras, karena kita ini tergolong dalam rumpun ras Melayu, maka reseptornya dianggap berbeda,” kata Hermawan.
Selain itu, Indonesia disebutnya mempunyai banyak tenaga kesehatan yang dianggap dapat melakukan deteksi dini (early detection) virus Corona. Hal itu dinilai dapat mencegah berkembangnya virus Corona.
“Kita cukup luar biasa punya tenaga, kita punya pusat pengendalian menular dan pakar di kabupaten-kota juga punya. Kita juga punya tenaga surveilans tersebar di seluruh Indonesia. Artinya human resource cukup melakukan early detection, tapi apakah sinergitas atau leadership?” katanya.
Menurut Hermawan, sejarah penyebaran virus mematikan, juga tak terlalu signifikan di Indonesia. Hermawan mencontohkan penyebaran virus SARS hingga MERS di Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun 2003 kita dikejutkan adanya SARS. SARS generasi awal itu menginfeksi 800 ribu manusia di seluruh dunia, 85 persen di Asia. Di Indonesia tidak siginfikan, hanya 1-2 kasus. Penyebab SARS sendiri virus corona. Tahun 2012 itu muncul MERS, itu flu unta, ini juga cukup serius prosesnya menginfeksi banyak manusia, di Indonesia hampir tidak ditemukan,” ujar Hermawan.
Namun, Hermawan nenyebutkan, masyarakat Indonesia tetap harus waspada soal penyebaran virus Corona. Pasalnya, di negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Singapura sudah ditemukan kasus-kasus positif virus Corona.
Hermawan mengatakan ada tiga kemungkinan teori mengapa sampai saat ini di Indonesia belum ditemukan kasus positif Corona. Menurut Hermawan, banyaknya penduduk Indonesia dan sibuknya mobilisasi masyarakat dan WNA membuat Indonesia punya resiko besar terpapar virus Corona.
“Di internal para pegiat dan analis kesehatan masyarakat, ini punya tiga pendekatan teori, apakah kita menyebutkan under reported, kedua apakah failure detetection, ketiga apakah ada dismatch antara standar WHO dengan program di Indonesia,” kata Hermawan.
“(Sebanyak) 260 juta penduduk kita, ratusan pulau, dan minimal ada 10 bandara international destinasinya langsung dari luar negeri, ini punya risiko besar (terpapar Corona). Di Indonesia sendiri, di bandara kita punya thermal scanner, tapi model asesmen berupa wawancara saja,” pungkasnya. (*)